1 / 25

Kemitraan Usaha Perkebunan

Kemitraan Usaha Perkebunan. Perubahan struktur dan Ketimpangan dalam Usaha Perkebunan. Pendahuluan.

natan
Download Presentation

Kemitraan Usaha Perkebunan

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. Kemitraan Usaha Perkebunan Perubahan struktur dan Ketimpangan dalam Usaha Perkebunan

  2. Pendahuluan • Pembangunan sub-sektor perkebunan ditujukan untuk mencapai pertumbuhan dan pemerataan terhambat karena persoalan laten peninggalan masa kolonialisme, yaitu ketimpangan antara perkebunan besar dan perkebunan rakyat • Realitas di lapangan , sinergi antara perkebunan besar dan rakyat sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan kekuatan bersama dalam menghadapi hambatan struktural dalam tataran global dan kesenjangan dalam tataran lokal • Program kemitraan usaha perkebunan diharapkan dapat menjembatani dan memperbesar peluang dan manfaat usaha sehingga dapat mendistribusikan peluang dan manfaat usaha serta aset produksi kepada petani kecil

  3. Variasi dan Perkembangan sistem Kemitraan • NES PIR-BUN PIR-Trans • Berupaya untuk mengintegrasikan secara formal struktur usaha perkebunan besar dengan perkebunan rakyat • Konsep PIR-BUN sebenarnya bukan asli Indonesia, konsep ini merupakan pola baru dari sistem agribisnis modern di Amerika akhir abad ke-19 • Munculnya konsep ini adalah sebagai jawaban atas kritikan yang menganggap perusahaan besar terlalu mengeksploitasi buruh dan mengakumulasi modal pada satu atau beberapa tangan secara mencolok • Melalui konsep PIR-BUN, persepsi demokratis dan partisipatif dapat dimunculkan

  4. Setelah generasi PIR-BUN berakhir karena tidak adanya sumber dana yang menyertainya maka dibuatlah pola baru dalam pengembangan perkebunan sesuai dengan SK Menhutbun No 107/ kpts-II/ 1999 • Pola Koperasi Usaha Perkebunan (Pola KUP), dimana 100 % saham dimiliki koperasi • Pola Patungan Koperasi Investor (Pola Pat K-I), dimana 65 % saham dimiliki koperasi • Pola Patungan Investor dan Koperasi (Pola Pat I-K), dimana 35 % saham dimiliki koperasi • Pola Build, Operate and Transfer(Pola BOT), yaitu pola pengembangan dan pengoperasian dilakukan oleh investor/perusahaan yang kemudian pada waktu tertentu seluruhnya dialihkan kepada koperasi. • Pola Build, Transfer and Negotiation(Pola BTN),yaitu pola pengembangan dimana investor / perusahaan membangun kebun dan atau pabrik yang kemudian akan dialihkan kepada peminat/pemilik yang tergabung dalam koperasi

  5. Sharing system yang timpang • Praktek asimetris dan eksploitatif dalam hubungan pola kemitraan usaha perkebunan • Pengambilan keputusan dalam kegiatan usaha lebih banyak ditentukan oleh pihak perusahaan inti atau pihak lain (seperti pemerintah) yang mempunyai kekuatan lebih besar • Tidak optimalnya distribusi manfaat nilai tambah yang seharusnya dinikmati oleh para petani kecil • Petani hanya berperan sebagai pelengkap dalam struktur kemitraan • Partisipasi petani baik secara individu maupun kolektif masih sangat jarang (terutama dalam kegiatan pasca panen) akibat keterbatasan kemampuan petani dalam mengikuti proses yang berteknologi tinggi

  6. Mengembangkan Kemitraan Usaha Perkebunan • Pengembangan pola kemitraan usaha perkebunan diperlukan, karena : • Tuntutan masyarakat (lokal), diantaranya meredistribusikan peluang usaha, aset produksi, manfaat usaha kepada para petani • Tantangan global dalam melakukan usaha perkebunan, yaitu “merebut” industri hilir yang menguasai margin terbesar dan merebut industri input produksi yang membebani biaya produksi para petani dan pengusaha perkebunan

  7. Realitas dalam pola kemitraan • Secara ideologis, perkebunan besar sering menuai kritikan karena dianggap terlalu eksploitatif terhadap kaum buruh dan mengakumulatif modal pada satu tangan secara mencolok • Di lain pihak para petani sudah berani melakukan tuntutan agar lahannya diberikan kepada para petani • Menurut data dirjenbun, 2002,sepertiga luas areal dari PBS dan seperlima dari PBN menjadi lahan yang disengketakan antara perusahaan dengan para petani • Salah satu penyebabnya adalah peluang usaha dan kesempatan kerja

  8. Bila pola kemitraan sudah dilakukan seharusnya manfaat kemitraan dapat dirasakan secara signifikan baik oleh petani maupun perusahaan perkebunan • Integrasi usaha perkebunan harus mampu menghasilkan manfaat usaha yang lebih besar • Dalam era globalisasi tantangan yang harus dihadapi bersama pelaku kemitraan adalah bagaimana merebut industri hilir yang sekarang banyak dikuasai oleh negara maju melalui perusahaan multinasional (trans nasional coorporation/ TNCs). • Gilbert dan Wingel ( 2000) menggambarkan dominasi TNCs terhadap sektor perkebunan terutama pada intermediate product dan final produt/ manufactur

  9. Posisi TNCs dalam Prosesing dan Manufaktur Komoditi Perkebunan

  10. Lemahnya kekuatan petani mitra dan perusahaan mitra akan memudahkan eksploitasi perusahaan multinasional tersebut melalui dua jalur : • Jalur produksi bahan baku. Surplus petani mitra atau perusahaan mitra dihisap dengan hanya mendapatkan harga murah dengan bahan baku yang diproduksinya • Jalur pembelian input produksi. Petani dan perusahaan mitra dibuat terhantung kepada input produksi yang tidak dihasilkan sendiri sehingga untuk meningkatkan produksi mereka harus membeli dengan harga yang tinggi.

  11. Beberapa Hasil Kemitraan yang Timpang • Dengan bergabung dua kekuatan mitra diharapkan dapat meningkatkan dan memperbaiki hasil usaha perkebunan • Realitas di lapangan, banyak hasil yang tidak sesuai dengan harapan, diantaranya : • Pertumbuhan tanpa pemerataan • Menuai konflik sepanjang proses, penyebab : • Ketimpangan dalam kepemilikan aset • Ketimpangan dalam hal persepsi dan konsepsi • Ketimpangan antara apa yang dikatakan dengan apa yang dilakukan

  12. Potensi Konflik dalam Proses Pelaksanaan Kemitraan Usaha Perkebunan

  13. Pemberdayaan dan Strategi Perbaikan Kemitraan • Masyarakat komunikatif sebagai landasan pemberdayaan • Dengan komunikasi para pelaku usaha kemitraan akan berusaha saling memahami dan mencapai klaim klaim kesasihan, diantaranya : • Klaim kebenaran (truth) • Klaim ketepatan (rightness) • Klaim kejujuran (sincerity) • Klaim komprehensibilitas (comprehensibility) • Dalam masyarakat komunikatif terdapat apa dikenal yang dikenal argumentasi yang didalamnya terdapat diskursus dan kritik

  14. Dengan adanya dialog kritis, diharapkan para pelaku lembaga kemitraan memiliki tindakan sbb : • Tindakan yang muncul baik di dalam maupun diluar lembaga kemitraan harus bertujuan untuk membesarkan lembaga kemitraan • Partisipasi yang dilakukan di dalam kegiatan lembaga kemitraan adalah partisipasi yang bersifat genuine bukan artifisial • Semua pelaku kemitraan harus bertindak dengan antusias dan penuh inisiatif tanpa harus dikomandokan untuk melakukan tindakan yang produktif • Kerjasama internal berjalan dengan kuat dan harmonis • Setiap pelaku berusaha meningkatkan kapabilitas terutama untuk meningkatkan produkstifitas lembaga kemitraan

  15. Pemberdayaan masyarakat Perkebunan: Penguatan, Refleksi diri dan pengembangan social capital • Syarat terjadinya masyarakat yang komunikatif adalah harus pintar, lebih egalitarian, demokratis, dan bebas dari dominasi • Dalam struktur lembaga kemitraan yang ada pada saat sekarang masih terdapat banyak kelemahan dan kekurangan yaitu dari segi sumber daya manusia baik dari petani mitra maupun perusahaan mitra • Akibat lebih lanjut adalah pelaksanaan pola kemitraan usaha perkebunan yang tidak sesuai dengan konsepnya dan melanggengkan pola hubungan yang bersifat asimetris - eksploitatif

  16. Kelemahan-kelemahan petani mitra : • Penguasaan akses informasi pasar (input;output) yang lemah • Input produksi yang dikuasai umumnya hanya lahan dan tenaga kerja • Tingkat pendidikan yang rendah membuat adopsi teknologi baru menjadi kurang • Pengelolaan usaha masih kurang baik • Bargaining position yang lemah • Tingkat kebutuhan masih rendah ( menghasilkan usaha yang subsisten) • Menghindari resiko kegagalan • Pola hubungan bersifat pribadi (partikularisme) • Banyak kepentingan (many standed)

  17. Kelemahan perusahaan mitra: • Lemahnya kemampuan melakukan refleksi diri dalam posisinya sebagai bagian dari masyarakat sekitar • Lemahnya kapabilitias untuk menjalankan peran sebagai mitra yang harus memajukan petani mitranya • Rendahnya semangat dan penguasaan teknis dan strategi managemen dalam merebut industri tengah dan hilir

  18. Upaya peningkatan sumber daya petani mitra : • Peningkatan penguasaan informasi pasar melalui program pelatihan dan pendampingan • Peningkatan penguasaan asset produksi melalui redistribusi aset produksi • Penyediaan kredit usaha • Peningkatan bargaining position petani mitra dengan mengkoordinasikan mereka dalam wadah ekonomi (koperasi) • Peningkatan penguasaan teknologi melalui program pelatihan dan pendampingan • Perubahan motif usaha, etos kerja dan pola hubungan melalui program pendampingan

  19. Upaya peningkatan sumber daya Perusahaan mitra : • Pengembangan motivasi serta pengetahuan teknis dan strategi managemen untuk mengembangkan industri hilir • Pelatihan identifikasi struktur dan prilaku petani mitra serta komponen masyarakat terkait lainnya • Pelatihan perubahan sosial masyarakat • Pelatihan program pemberdayaan masyarakat

  20. Pada dasarnya program pengembangan petani mitra merupakan program “community Development” yang didasarkan pada prinsip prinsip sbb : • Transformasi sosial yang berkelanjutan • Mendorong/ mempercepat perubahan budaya, sosial, dan ekonomi • Mengembangkan kesadaran dan kapasitas untuk mengelola isu sosial sebagai dorongan untuk membangun kemitraan • Memberdayakan dan menyertakan pranata/ lembaga sosial yang berkembang dimasyarakat • Masyarakat ditempatkan sebagai subjek dalam perencanaan dan pelaksanaan

  21. Sejalan dengan prinsip prinsip community development, maka pendekatannya harus berupa : • Community empowering, program untuk memberikan akses yang luas kepada masyarakat untuk menunjang kemndirian, penguatan kominitas lokal, dan pengembangan kapasitas usaha • Community Relation, peningkatan informasi dan komunikasi • Community service, pelayanan perusahaan untuk memenuhi kepentingan masyarakat

  22. Refleksi diri dan pencerahan harus terjadi baik pada petani mitra maupun perusahaan mitra • Dengan berkembangnya dialog/ komunikasi diantara para pelaku kemitraan diharapkan akan berkembang social capital di dalam komunitas tersebut. • Keberadaan social capital akan meningkatkan kemampuan pelaku kemitraan dalam menjalankan institusi yang menjadi acuan sehingga kemitraan usaha perkebunan akan lebih solid dan harmonis • Dalam pengembangan modal sosial, faktor ekonomi yang menyebabkan kesenjangan harus dikelola agar dapat bersinergi dengan modal sosial lain, sehingga kesenjangan ekonomi dapat dikurangi dan kekuatan sosial tumbuh secara mandiri

  23. Terima kasih

More Related