1 / 19

DEMOKRASI LOKAL (STUDI KASUS STATUS OTONOMI KHUSUS NAD DAN PAPUA BARAT)

DEMOKRASI LOKAL (STUDI KASUS STATUS OTONOMI KHUSUS NAD DAN PAPUA BARAT). MATA KULIAH DINAMIKA POLITIK LOKAL DOSEN: RATRI ISTANIA, SIP, MA SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI LEMBAGA ADMNISTRASI NEGARA SEMESTER GENAP 2009. TOLOK UKUR KEBERHASILAN DESENTRALISASI.

curry
Download Presentation

DEMOKRASI LOKAL (STUDI KASUS STATUS OTONOMI KHUSUS NAD DAN PAPUA BARAT)

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. DEMOKRASI LOKAL(STUDI KASUS STATUS OTONOMI KHUSUS NAD DAN PAPUA BARAT) MATA KULIAH DINAMIKA POLITIK LOKAL DOSEN: RATRI ISTANIA, SIP, MA SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI LEMBAGA ADMNISTRASI NEGARA SEMESTER GENAP 2009

  2. TOLOK UKUR KEBERHASILAN DESENTRALISASI • WATAK TATA PEMERINTAHAN DESENTRALISTIS • KAPASITAS MENGELOLA KONFLIK DAN MENGGALANG KERJA SAMA • KAPASITAS MENDORONG KINERJA MELALUI EVALUASI • OPTIMALNYA DELIVERY PELAYANAN PUBLIK • KOMPETENSI POLICY-MAKING DI TINGKAT LOKAL SUMBER: PURWO SANTOSO, 2009

  3. TEORI • STATE-SOCIETY RELATIONSHIP

  4. MENGAPA STATE-SOCIETY RELATION • SEJATINYA KEBERADAAN DARI DESENTRALISASI TIDAK LAIN ADALAH UNTUK MENDEKATKAN NEGARA KEPADA MASYARAKAT • TERCIPTA INTERAKSI YANG DINAMIS, BAIK PADA PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN MAUPUN DALAM IMPLEMENTASI KEBIJAKAN (VINCENT OSTROM, 1991) • THE FEATURES OF GOVERNANCE THAT WOULD BE APPROPRIATE TO CIRCUMSTANCE WHERE PEOPLE GOVERN RATHER THAN PRESUMING THAT GOVERNMENT GOVERN (1991:6).

  5. POLA INTERAKSI REZIM OTORITER • SATU ARAH • PEMERINTAH PUSAT DOMINAN PERUMUS KEBIJAKAN DESENTRALISASI • PEMERINTAH DAERAH INFERIOR PELAKSANA TEKNIS KEBIJAKAN DESENTRALISASI • SOCIETY DIPINGGIRKAN • KOALISI TAWAR MENAWAR ANTAR ELIT PEMERINTAH DAERAH

  6. DESENTRALISASI, STATE-SOCIETY RELATION REZIM OTORITER KARAKTERISTIK RELASI PUSAT-DAERAH DALAM REZIM OTORITER HUBUNGAN STATE-SOCIETY DALAM REZIM OTORITER STATE PEMERINTAH PUSAT PEMERINTAH DAERAH SOCIETY MASYARAKAT SUMBER: SYARIF HIDAYAT, 2009

  7. POLA INTERAKSI REZIM TRANSISI • SIFAT DASAR INTERAKSI MASIH LEBIH BANYAK SATU ARAH • SOCIETY RELATIF MENDAPATKAN PERLUASAN PERAN • STATE MASIH MENDOMINASI PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN NASIONAL • STATE CENDERUNG MEMAKSAKAN KEHENDAK • “PERSELINGKUHAN” ANTARA STATE ACTORS MEMPERJUANGKAN KEPENTINGAN PRIBADI DAN KELOMPOK • POLA STATE-SOCIETY BERGESER KE DUA ARAH LEBIH DEMOKRATIS • KOMPETISI ANTARA ELIT MASSA SEMAKIN SENGIT DAN TRANSPARAN • INTERAKSI LEBIH KENTARA ANTARA STATE ACTORS DAN MASS SOCIETY ACTORS • TERJADINYA “POLIARKI POLITIK”

  8. HUBUNGAN STATE-SOCIETY DALAM TRANSISI DEMOKRASI KARAKTERISTIK RELASI PUSAT-DAERAH DALAM TRANSISI KE DEMOKRASI STATE PEMERINTAH PUSAT SOCIETY PEMDA MASY. PEMEKARAN DAERAH DAN PILKADA….? SUMBER: SYARIF HIDAYAT, 2009 DESENTRALISASI, STATE-SOCIETY RELATION REZIM TRANSISI DEMOKRASI

  9. POLA INTERAKSI REZIM DEMOKRASI • SANGAT DINAMIS • PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN DUA ARAH • TAHAP IMPLEMENTASI KEBIJAKAN DUA ARAH • SENYAWA ANTARA TUNTUTAN MASYARAKAT DAN KEPENTINGAN NEGARA

  10. HUBUNGAN STATE-SOCIETY DALAM REZIM DEMOKRASI KARAKTERISTIK RELASI PUSAT-DAERAH DALAM REZIM DEMOKRASI STATE PEMERINTAH PUSAT DAERAH SOCIETY PEMDA MASY DESENTRALISASI, STATE-SOCIETY RELATION REZIM DEMOKRASI SUMBER: SYARIF HIDAYAT, 2009

  11. TANTANGAN DEMOKRASI LOKAL SEBUAH REFLEKSI

  12. OPTIMALISASI MODAL SOSIAL • Pemerintah lokal bersama masyarakat DITUNTUT menggali serangkaian norma, jaringan dan organisasi dimana masyarakat mendapat akses pada kekuasaan dan sumber daya, serta dimana pembuatan keputusan formulasi kebijakan terjadi. (Grootaert, 1998).

  13. PENGUATAN BASIS LOKAL • Memperkuat sistem politik yang mendasari seluruh proses pembuatan dan implementasi kebijakan • Menciptakan ruang bagi partisipasi masyarakat • Mengembangkan nilai-nilai lokal demokrasi komunitarian dalam wadah forum-forum asli desa: rembug desa, paguyuban, asosiasi sosial, dan sebagainya • Mendorong terwujudnya masyarakat lokal yang otonom

  14. KEBIJAKAN OTONOMI DAERAH PRO-LOKAL • Menuntut penyertaan aspirasi lokal dan pelibatan struktur lokal pada proses pembuatan kebijakan otonomi daerah • Mendorong pemerintah pusat memformulasikan UU Otonomi Daerah yang lebih konkret dan tegas, bersifat umum • Mendorong formulasi aturan teknis di tingkat pemerintahan lokal di daerah dan desa

  15. PENGUATAN INFRASTRUKTUR DEMOKRASI LOKAL • partai politik lokal (Local political parties); • Ornop local (Local NGOs); • Pers local (Local press); • Universitas lokal (Local universities); dan • Polisi daerah (local police).

  16. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT LOKAL • pembukaan akses bagi rakyat ke berbagai sumberdaya strategis yang ada di suatu daerah; • pemberian kesempatan bagi rakyat lokal untuk turut memiliki sumberdaya strategis yang ada; dan • dibukanya kesempatan bagi rakyat lokal untuk turut mengontrol sumberdaya-sumberdaya strategis yang dimiliki daerah.

  17. TRANSISI DEMOKRASI PROVINSI NANGROE ACEH DARUSSALAM DAN PAPUA

  18. INDIKATOR DEMOKRASI LOKALNANGROE ACEH DARUSSALAM

  19. INDIKATOR DEMOKRASI LOKALPAPUA

More Related