1 / 38

BLUEPRINT PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: KONSEP MENUJU PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LESTARI

BLUEPRINT PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: KONSEP MENUJU PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LESTARI.

jacoba
Download Presentation

BLUEPRINT PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: KONSEP MENUJU PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LESTARI

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. BLUEPRINT PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: KONSEP MENUJU PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL LESTARI If we understand social capital as the cumulative capacity to work together for common goals, and civil society as the space where these goals are formed and debated, then there is no other framework we can use to pursue the visions we hold in our hearts. (Edwards 2000).

  2. PRESUMED CONDITION

  3. HYPOTHETICAL CONSERVATION AREA GOVERNANCE

  4. PERMASALAHAN

  5. OBSERVED PROBLEMS (RAPPAM 2005): • Rekreasi dan Pariwisata • Invasi spesies • Klaim hak masyarakat lokal • Penggunaan non konservasi • Pencemaran • Penggunaan “fishing gear” • Treasure Hunting • Perambahan • Pembalakan Haram • Kebakaran Hutan • Penambangan Haram • Perburuan Haram • Pemukiman Haram • Pemanfaatan NTFP

  6. RAPPAM (2005) • Management Effectiveness rendah, baik input, proses, output maupun perencanaan  Kinerja Rendah • Tekanan dan Ancaman terhadap sumberdaya di dalam TN masih tinggi, khususnya: pembalakan haram, perambahan dan perburuan haram

  7. WORKSHOP 11-12 MEI 2005 • Banyaknya persoalan konservasi yang bersifat ”beyond the law” (kompleksitas aktor dan ketidakcukupan (insufficient) upaya penegakan hukum) • Munculnya berbagai persoalan di lapangan berkaitan erat dengan masalah ”prakondisi” (enabling condition) (penataan hak, munculnya berbagai konflik, lemahnya kemantapan kawasandan sosialisasi keberadaan dan manfaat sdahe, serta pengakuan berbagai pihak). • Lemahnya sinergi antar lembaga konservasi baik tingkat lokal, nasional, maupun internasional • Keragaman persepsi pejabat di lingkungan Ditjen PHKA terhadap ksdahe • Kebijakan dan peraturan perundang-undangan masih berorientasi pada perlindungan dan pengawetan (save it) dan kurang mengakomodasikan manfaat konservasi bagi pihak lain • Perumusan kebijakan ksdahe belum berorientasi pada pemecahan masalah • Belum tersedianya sistem insentif (ekonomi) yang memadai bagi pelaku konservasi dalam berbagai level • Terbatasnya sarana dan prasarana serta inovasi teknologi dalam pengelolaan kawasan maupun konservasi jenis

  8. MASALAH KEBIJAKAN: RESULTANTE DARI BERBAGAI MASALAH

  9. HIGH DEMAND ON FOREST LAND HIGH INTENSITY OF ILLEGAL LOGGING HIGH EXPECT. ON LOCAL INCOME POVERTY UNCLEAR RIGHT ARRANGEMENT WEAK LAW ENFORCEMENT WEAK INCENTIVE WEAK COORDINATION CONFLICTS WEAK MANAGEMENT CAPACITY WEAK NAT.PARK GOVERNANCE WEAK DECENT. POLICY IMPL. STRUKTUR MASALAH (NAT. POINT OF VIEW) PROBLEM SITUATION CAUSES UNDERLYING CAUSES ENABLING CONDITION = SOLUTION FOR UNDERLYING CAUSES

  10. KERANGKA PEMIKIRAN

  11. KONTEKS PTN FOCUS-2 MANAGER POINT OF VIEW VALUATION BODY POINT OF VIEW FOCUS-1 FOCUS-3

  12. FOCUS-1 • Identifikasi kharakteristik bio-fisik • Identifikasi kharakteristik sosial-budaya • Identifikasi kharakteristik ekonomi wilayah • Identifikasi kharakteristik organisasi pengelolaan TN saat ini • Sintesa mengenai pilihan pengembangan produk TN (Goods and Services) • Sintesis mengenai TIPOLOGI TN • Sintesis mengenai model pengelolaan TN

  13. FOCUS-2 • Melakukan “content analysis” kebijakan saat ini • Melakukan analisis kesenjangan antara kebijakan saat ini dengan harapan • Merumuskan kebijakan untuk menyediakan kondisi pemungkin (enabling condition) dalam mengelola kawasan konservasi • Merumuskan kebijakan untuk mendukung kelembagaan pengelolaan kawasan konservasi

  14. SINTESA AKHIR • Merumuskan “governance model” TN • Perumusan kelembagaan • Perumusan struktur organisasi pengelolaan TN • Perumusan agenda perubahan (Plan of Change)

  15. TIPOLOGI TNSEBAGAI FAKTOR PENENTU KEBIJAKAN

  16. EKOSISTEM ALAM (EA) EA EKOSISTEM BUATAN TN TN TN EA EA RUANG EKOLOGI

  17. COHERENT SOCIAL GROUPS (CSG) CSG CSG CSG TN TN TN CSG CSG CSG CSG RUANG SOSIAL

  18. ZONA PENGEMBANGAN EKONOMI (ZPE) ZPE TN TN RUANG EKONOMI TN=ZPE

  19. PROPINSI PROPINSI PROP.1 KAB.1 KABUPATEN KAB.1 TN TN TN RUANG KEWENANGAN KAB.2

  20. TIPOLOGI AKHIR

  21. TIPOLOGI AKHIR

  22. Ecological Driven NP TIPOLOGI AKHIR Collaborative Man. not relevant, or with spec. Purpose (TP4) Critical Issue: Economic Activities Based on ES Collaborative Man. Type 1 (TP1) BTN-Kab-Kab Collaboration Critical Issue: Economic Activities Based on ES - + Kompleksitas Kewenangan Collaborative Man Type 3 (TP3) BTN-KAB-KAB-LC-Pr Collaboration Critical Issue: Economic Activities based on G&ES Collaborative Man Type 2 (TP2) BTN-KAB-LC-Pr Collaboration Critical Issue: Economic Activities based on G&ES Socially Driven NP

  23. Ecological Driven NP TIPOLOGI AKHIR • TP1: • TN Gunung Halimun-Salak • TN Gede Pangrango • TN Meru Betiri • TN Bromo Tengger • TN Way Kambas • TP4: • TN Ujung Kulon • TN Alas Purwo • TN Kepulauan Seribu - + Kompleksitas Kewenangan • TP3: • TN Gunung Rinjani • TN Kerinci Seblat • TN Lore Lindu • TN Tanjung Puting • TP2: • TN Betung Kerihun • TN Kayan Mentarang • TN Bunaken Socially Driven NP

  24. TIPOLOGI = BRIDGE • Menentukan aktor kunci • Menentukan struktur kelembagaan pengelolaan TN • Menentukan “governance” TN • Menentukan tingkat ancaman & peluang • Menentukan kebijakan nasional • Menentukan standar kinerja

  25. KONSEP PENGELOLAAN TN MASA DEPAN

  26. ADOPTED PARADIGM:

  27. ADOPTED PARADIGM

  28. BATASAN TN: Hamparan ekosistem alamiah dengan batas-batas yang jelas, di dalam dimensi ruang ekologi, sosial, ekonomi dan kewenangan tertentu, yang ditetapkan Pemerintah untuk mempertahankan fungsi perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pengawetan keanekaragaman hayati, serta mengoptimalkan fungsi sosial dan ekonominya melalui pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara lestari.

  29. “PRINSIP” PENGELOLAAN TN: • Kelestarian Fungsi Ekologi Kawasan TN • Keadilan lintas generasi (inter-generational equity) • Optimasi manfaat sosial ekonomi Kawasan TN • Kelembagaan yang “fit-in” dengan situasi lokal • Precautionary Principles of all actions • Continual Improvement of Management System

  30. ARAH KEBIJAKAN: UNIK UNTUK SETIAP TIPOLOGI TAMAN NASIONAL

  31. TP1: COLL.MAN Type 1 Collaborative Man. Type 1(TP1): BTN-Kab-Kab Collaboration Critical Issue: Economic Activities Based on ES • Pemantapan kawasan dengan mengutamakan pendekatan hukum • Meningkatkan koordinasi antar pemerintah daerah, khususnya dalam cost sharing • Sinkronisasi perencanaan pembangunan wilayah dalam rangka memantapkan dan mengamankan kawasan • Pengembangan wisata alam dan jasa lingkungan lainnya • Mengembangkan prosedur pendanaan • Penguatan kapasitas kelembagaan PTN

  32. TP2: COLL.MAN Type 2 Collaborative Man. Type 2: BTN-KAB-LC-Pr Collaboration Critical Issue: Economic Activities Based on G&ES • Pemantapan kawasan dengan mengutamakan pendekatan sosial-ekonomi • Memantapkan penyediaan ruang sosial • Perencanaan kolaboratif • Manajemen pemasaran • Introduksi teknologi • Penguatan kapasitas kelembagaan PTN

  33. TP3: COLL.MAN Type 3 Collaborative Man. Type 3: BTN-Kab-Kab+LC+Pr Collaboration Critical Issue: Economic Activities Based on G&ES • Pemantapan kawasan dengan mengutamakan pendekatan sosial-ekonomi • Memantapkan penyediakan ruang sosial • Membangun koordinasi antar lembaga pemerintah, khususnya dalam menentukan cost+benefit sharing • Sinkronisasi rencana pembangunan antara daerah untuk pemantapan dan pengamanan kawasan • Perencanaan kolaboratif • Management pemasaran • Introduksi teknologi • Penguatan kapasitas kelembagaan PTN

  34. TP4: Non COLL.MAN Collaborative Man. hanya untuk Tujuan Khusus Critical Issue: Economic Activities Based on ES • Pemantapan kawasan dengan mengutamakan penegakan hukum • Pengembangan wisata alam dan jasa lingkungan lainnya • Mengembangkan prosedur pendanaan • Penguatan kapasitas kelembagaan PTN

  35. GOAL PENGELOLAAN TN: Mengukuhkan peran taman nasional sebagai pusat keanekaragaman hayati yang berfungsi optimal sebagai sistem penyangga kehidupan dan penopang sistem sosial-ekonomi-budaya pada tingkat komunitas dan wilayah secara lestari.

  36. PROGRAM STRATEGIS • Pengarus-utamaan konservasi sumberdaya hayati melalui kebijakan daerah dan sektor • Menjamin kemantapan kawasan secara legal dan aktual • Memelihara fungsi-fungsi ekosistem sebagai sistem penyangga kehidupan dan habitat flora-fauna • Mengembangkan potensi ekonomi kawasan untuk mendorong kemandirian pengelolaan TN, komunitas masyarakat lokal dan pembangunan wilayah

  37. PROGRAM STRATEGIS • Pengembangan sistem insentif bagi pelaku konservasi kawasan TN • Mendorong pemanfaatan plasma nutfah dari TN untuk kepentingan budidaya • Memobilisasi modal sosial lokal untuk mendukung pengelolaan TN • Mengembangkan kerjasama pendidikan dan penelitian dengan berbagai pihak yang relevan

  38. THANK YouFOR BELIEVING THE POSSIBILITY OF SFM IMPLEMENTATION IN INDONESIA

More Related