170 likes | 676 Views
produk bank syariah mudharabah. Tugas : Ilmu Hukum Perbankan Dosen : Dewi Nurul Musjtari,S.h.,M.Hum Disusun oleh : Bintang anawati asia Ekonomi Perbankan Islam UMY 2010. PENG ERTIAN. Pengertian Mudharabah Secara etimologis kata mudharabah berasal dari kata dharb. Dalam bahasa
E N D
produk bank syariah mudharabah Tugas : Ilmu Hukum Perbankan Dosen : Dewi Nurul Musjtari,S.h.,M.Hum Disusun oleh : Bintang anawati asia Ekonomi Perbankan Islam UMY 2010
PENGERTIAN • Pengertian Mudharabah Secara etimologis kata mudharabah berasal dari kata dharb. Dalam bahasa arab, kata ini termasuk di antara kata yang mempunyai banyak arti. Di antaranya memukul, berdetak, mengalir, berenang, bergabung, menghindar, berubah, mencampur, berjalan dan lain sebagainya. Selain al-dharb, disebut juga qiradh, yang berasal dari al- qardhu, berarti al qath’u ( potongan ), karena pemilik memotong sebagian harganya untuk diperdagangkan dan memperoleh sebagian keuntungannya. Sedangkan pengertian menurut istilah fiqh al- mudharabah adalah sebagai berikut: Mazhab Hanafi Mudharabah adalah akad atas suatu syarikat dalam keuntungan dengan modal harta dari satu pihak dan dengan pekerjaan ( usaha ) dari pihak yang lain. Mazhab Maliki Mudharabah adalah suatu pemberian perintah ( taukil ) untuk berdagang dengan mata unag tunai yang diserahkan ( kepada pengelolanya ) dengan mendapatkan dari sebagian keuntungannya, jika diketahui jumlah dan keuntungan
Mazhab Syafi’i Mudharabah adalah suatu akad yang memuat penyerahan modal kepada orang lainuntuk mengusahakannya dan keuntungannya dibagi antara mereka berdua. Madzhab Hambali Mudharabah adalah penyerahan suatu modal tertentu dan jelas jumlahnya kepada orang yang mengusahakannya dengan mendapatkan bagian tertentu dari keuntungannya. Fuqaha atau ahli fiqh Mudharabah ialah akad antara dua pihak (orang ) saling menanggung, salah satu pihak menyerahkan hartanya kepada pihak lain untuk diperdagangkan dengan bagian yang telah ditentukan dari keuntungan, seperti setengah atau sepertiga dengan syarat – syarat yang telah ditentukan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa mudharabah adalah akad antara pemilik modal ( harta ) dengan pengelola modal tersebut, dengan syarat bahwa keuntungan diperoleh dua belah pihak sesuai jumalah kesepakatan
Macam-Macam mudharabah • ) Mudharabah Mutlaqah : Penyerahan modal secara mutlak tanpa syarat. Pekerja bebas mengelola modal untuk usaha apapun yang mendatangkan keuntungan di daerah manapun yang ia inginkan. • Mudharabah Mutlaqah memberikan kebebasan kepada pekerja untuk mengelola modalnya, tanpa dibatasi oleh waktu, spesifikasi jenis usaha, kawasan, bentuk pengelolaan, dan mitra kerja. Namun begitu, tetap harus secara jujur dan terbuka menyampaikan perkembangan usaha kepada shahib al-maal. • Mudharabah Muqayyadah : Penyerahan modal dengan syarat-syarat tertentu. Dalam pengelolaanya Mudharib ( pengelola ) dibatasi dengan spesifikasi jenis usaha, waktu, tempat usaha tertentu, sesuai dengan syarat-syarat yang ditentukan bersama-sama dengan shahib al-maal ( pemilik modal )
Menurut Abu Hanifah , akad mudharabah yang dibatasi dengan waktu tertentu, jika waktu yang diberikan kepada muthalib telah habis, maka dia tidak boleh melakukan transaksi lagi C.Rukun Mudharabah • Menurut ulama Syafi’iyah, rukun – rukun mudharabah ada enam yaitu : Pemilik barang yang menyerahkan barang – barangnya Yang bekerja, yaitu mengelola barang yang diterima dari pemilik barang Akad mudharabah, dilakukan oleh pemilik dengan pengelola barang Maal, yaitu harta pokok atau modal Amal, yaitu pekerjaan pengelolaan harta sehingga menghasilkan laba Keuntungan
syarat mudharabahSyarat adalah hal – hal yang harus dipenuhi setelah rukun – rukun di atas dapat terpenuhi. Keberadaan syarat mudharabah terkait dengan keberadaan rukun – rukunnya. Sehingga syarat – syarat yang ditetapkan dalam akad mudharabah ini diperinci sesuai dengan rukun – rukun yang telah ditetapkanSyarat yang terkait dengan orang yang melakukan akad ( ‘Aqidain );Cakap bertindak hukum dan cakap diangkat sebagai akid ( orang yang berakad ) atau dalam ilmu ushul fiqh disebut ahliyatu al – ada’Shahib al – maal ( Pemilik dana ) tidak boleh mengikat dan melakukan intervensi kepada mudharib dalam mengelola dananya. Ia harus memberikan kebebasan sepenuhnya kepada mudharib terhadap hal – hal yang sudah disepakati. Namun demikian, masih diperkenankan memebatasi pada suatu macam , jika pada saat berlangsungnya akad barang tersebut mudah ditemukan.
Syarat yang terkait dengan modal • Modal harus berupa uang ; maka jika modal tersebut berbentuk barang, menurut ulama tidak diperbolehkan. Sebab sulit menentukan keuntungannya. Menurut sebagian ulama’ madzhab syafi’i mata uang suatu negara posisinya sma dengan naqd ( mata uang emas dan perak ), dan dapat digunakan sebagai ra’su al – maal mudharabah ( modal usaha ) selama uang tersebut masih berlaku. • Besarnya ditentukan secara jelas. Modal harus diketahui secara pasti oleh pihak – pihak terkait dan harus ada saat akad dilangsungkan. • Modal bukan merupakan ( hutang ). Modal yang berupa pinjaman secara hakiki bukan merupakan harta dari shahib al – maal. • Modal diserahkan langsung kepada mudharib dan tunai. Jika masih ada sebagian modal yang dipegang oleh shahib al – maal, maka menurut Ulama Syafi’i, Maliki, dan Hanafi tidak boleh. Akan tetapi, menurut ulma Hambali boleh asalkan tidak mengganggu kelancaran usaha.
Modal digunakan sesuai dengan syarat – syarat akad yang disepakati. Mudharib tidak bisa menggunakan modal di luar persyaratan yang telah menjadi kesepakatan. Kecuali jika shahib al – maal memberikankebebasan kepada mudharib untuk mengelola hartanya. Jika hal ini terjadi maka mudharib memiliki kebebasan untuk mengelola modal sesuai dengan yang dikehendakinya meski tetap harus bertanggung jawab ( mudharabah mutlaqah ). • Pengembalian modal dapat dilakukan bersamaan dengan waktu penyerahan bagi hasil atau pada masa berakhirnya masa mudharabah. • Pada prinsipnya, dalam mudharabah tidak diperkenankan menggunakan jaminan. Namun, agar pengelola dana tidak melakukan penyimpangan, pemilik modal dapat meminta jaminan dari mudharib atau puhak ketiga. Jaminan dapat dicairkan oleh shahib al – maal, jika mudharib melakukan pelanggaran terhadap hal – hal yang disepakati
Syarat yang terkait dengan keuntungan • Keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan. Pembagian keuntungan dapat dilakukan dengan dua cara; yaitu profit sharing dan revenue sharing. Pembagian keuntungan dengan cara Profit sharing dihitung dari pendapatan setelah dikurangi beban yang berkaitan dengan pengelolaan dana mudharabah. Sedangkan pembagian keuntungan dengan cara Revenue sharing dihitung dari total pendapatan pengelolaan mudharabah. • Shahib al – maal siap mengambil resiko rugi dari modal yang dikelola. Sebaliknya mudharib mengambil resiko tidak memperoleh apa – apa dari usahanya, seandainya perniagaan tidak dapat merealisasikan keuntungan, Sharing kerugian dalam akad mudharabah diwujudkan dengan bentuk shahib al – maal rugi secara material dan mudharib rugi secara non material ( tenaga dan fikiran ). • Penentuan angka keuntungan dihitung dengan prosentase hasil usaha yang dikelola oleh mudharib berdasarkan atas kesepakatan kedua belah pihak.
Sebelum mengambil jumlah keuntungan, usaha mudharabah harus dikonversi ke dalam mata uang, dan modalnya disisihkan. • Dalam usaha tersebut, harus ada kejelasan posisi antara modal yang akan dikembalikan secara utuh dan keuntungan yang akan dibagi • Mudharib hanya bertanggung jawab atas sejumlah modal yang telah diinvestasikan dalam usaha. Komitmen apapun memerlukan persetujuan investor ( shahib al – maal ). • Mudharib berhak memotong biaya yang berkaitan dengan usaha yang diambil dari modal mudharabah. • Jika melanggar syarat akad, ia akan bertanggung jawab terhadap kerugian atau biaya yang diakibatkan oleh pelanggaran. • Berakhirnya akad Mudharabah • Akad mudharabah berakhir apabila:
Masing – masing pihak menyatakan akad tersebut batal, atau pekerja dilarang bertindak hukum, atau pemilik modal menarik modalnya. • Salah seorang yang berakad gila. • Modal habis di tangan pemilik, sebelum dikelola oleh pekerja. • Salah seorang yang berakad meninggal dunia. Aplikasi Mudharabah dalam Perbankan Syari’ah Akad Mudharabah dalam perbankan syari’ah diterapkan pada roduk – produk penghimpunan dana dan pembiayaan. Pada produk penghimpunan dana pembiayaan. Pada produk penghimpunan dana mudharabah diterapkan pada: • Tabungan berjangka ( deposito biasa ); pada produk ini bank bertindak sebagai pengelola dana ( mudharib ) dan nasabah atau penabung sebagai shahib al – maal. Kedua belah pihak sepakat bahwa dana tabungan milik nasabah dikelola oleh pihak perbankan tanpa ada persyaratan tertentu tentang jenis usahanya
Bank bebas menggunakan dana tersebut untuk berbagai jenis usaha. Jika dalam pengelolaannya bank mendapatkan keuntungan, nasabah penabung akan mendapatkan bagi hasil sesuai dengan kesepakatan. • Tabungan khusus atau deposito khusus ( special investment ); pada produk ini dana yang ditabung oleh nasabah atau penabung digunakan untuk jenis bisnis tertentu oleh pihak perbankan sesuai kesepakatan keduanya. Berbeda dengan deposito mudharabah biasa, jenis deposito ini mengharuskan perbankan syari’ah mengelola dana dengan jenis , usaha yang sesuai dengan jenis usaha yang sesuai dengan kesepakatan nasabah penabung. • Sementara mudharabah sebagai sebuah produk yang bersifat pengerahan dana diterapkan secara khusus bagi para nasabah yang membutuhkan modal untuk sebuah usaha. Aplikasinya dalam perbankan syari’ah digolongkan menjadi dua yaitu : • Pembiayaan Modal Kerja. Hal ini dimaksudkan bank dapat memberikan modal kepada nasabahnya yang menghendaki usaha. Dalam hal ini, bank memberikan kebebasan kepada pengusaha untuk melakukan berbagai jenis usaha yang diinginkan. Seperti perdagangan atau bisnis jasa.
Investasi Khusus. Adalah pemberian modal dari bank yang berasal dari sumber dana khusus dengan penyaluran pada jenis usaha tertentu dan dengan syarat – syarat yang telah ditentukanoleh pihak bank.
Referensi : Bank Syariah dari Teori ke Praktek, Muhammad Syafi’I Antonio, cetakan kesembilan tahun 2005 M, Gema Insani Press. Himpunan Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI, edisi revisi tahun 2006 M, cetakan ketiga tahun 1427 H. Fiqhu an-Nawaazil –Qadhaya Fiqhiyah al-Mu’asharah-, DR. Bakr bin ABdillah abu Zaid, cetakan pertama tahun 1416 H, Muassasah ar-Risalah. Ghazali ,Prof.Dr.H.Abdulrahman,2008,FiqhMuamalat,Jakarta:Kencana BANK ISLAM “ Analisis Fiqih dan Keuangan” :Ir. Adiwarman Karim, S.E.,M.B.A., M.A.E.P.