1 / 26

TEORI FITOREMEDIASI OLEH TUMBUHAN AIR Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

TEORI FITOREMEDIASI OLEH TUMBUHAN AIR Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014. . Ali,H ., E.Khan dan M.A.Sajad . 2013. Phytoremediation of heavy metals—Concepts and applications. Chemosphere, 91(7): 869-881. .

kosey
Download Presentation

TEORI FITOREMEDIASI OLEH TUMBUHAN AIR Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014

An Image/Link below is provided (as is) to download presentation Download Policy: Content on the Website is provided to you AS IS for your information and personal use and may not be sold / licensed / shared on other websites without getting consent from its author. Content is provided to you AS IS for your information and personal use only. Download presentation by click this link. While downloading, if for some reason you are not able to download a presentation, the publisher may have deleted the file from their server. During download, if you can't get a presentation, the file might be deleted by the publisher.

E N D

Presentation Transcript


  1. TEORI FITOREMEDIASI OLEH TUMBUHAN AIR Disbatraksikanoleh Smno.jursntnhfpub.2014

  2. . Ali,H., E.KhandanM.A.Sajad. 2013. Phytoremediation of heavy metals—Concepts and applications. Chemosphere, 91(7): 869-881. Mobilisasi logam berat oleh manusia melalui ekstraksi bijih tambangdan pengolahannya untuk berbagaimacamaplikasi telah menyebabkan pelepasan unsur-unsur logamke dalamlingkungan. Karena logam berat biasanyabersifat “non-biodegradable”, makamereka menumpuk di lingkungan dan kemudian mencemari rantai makanan. Kontaminasi rantaimakananini menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Beberapa logam berat bersifat karsinogenik, mutagenik, teratogenik dan endokrin,danlogamberatlainnyadapat menyebabkan perubahan neurologis dan perubahanperilaku pada anak-anak. Olehkarenaitu, remediasi pencemaran logam berat menjadisangatpenting. Berbagai metode fisik dan kimia digunakan untuk tujuan ini , metode-metodeinimempunyaiketerbatasan serius seperti biaya tinggi, padat karya, perubahan sifat tanah dan gangguan mikroflora tanah yang asli. Sebaliknya, fitoremediasi merupakansolusi yang lebih baik untuk masalah ini. Fitoremediasi adalah penggunaan tanaman dan mikroba tanah yang terkait untuk mengurangi konsentrasi atau efek racun dari kontaminan dalam lingkungan (Ali, Khan danSajad, 2013). Fitoremediasiini adalah teknologi yang relatif baru dan dianggap murah, efektif, efisien, baru, ramah lingkungan, dan teknologi solar-driven dqanmudahditerimaolehmasyarakat.

  3. . McCutcheon,S.C. danS.E.Jørgensen. 2008.. Phytoremediation. Module in Earth Systems and Environmental Sciences, from Encyclopedia of Ecology, 2008, pp. 2751-2766. Fitoremediasi, penggunaan tanaman hijau untuk mengolahdan mengendalikan limbah di dalamair, tanah, dan udara, merupakan bagian penting dari bidang rekayasa ekologi. Aplikasinyasecarain situ dan ex-situ ditentukanolehsitus tanah dan karakteristik air, keberlanjutan gizi, meteorologi, hidrologi, kelayakanekosistem, dan karakteristik kontaminan. Fitotoksisitas dan transportasi massal atau bioavailabilitas merupakantitik-titikkritis dalam aplikasiteknologifitoremediasiini. Sebagian besar aplikasinyasangatmurah karena ketergantungan pada sinar matahari dan daur ulang harain situ. Aplikasi lahan basah, padang rumput, pertanaman, dan penanamanpohontelah berhasil untuk berbagai jenislimbah, biasanya hadir dalam konsentrasi rendah dantidakbersifatfito-toksikakut. Sampah organik dan anorganik termasuk logam dan metaloid, kontaminan xenobiotik, dan lindi-garam, air limbah, lumpurlimbah, dan limbah konvensional lainnya. Aplikasi sistemmonokultur hibrida dan ekosistem pertanamansederhana , dan mikroorganisme seringkalisangattetapi sulit diterapkan dalam beberapa kasus. Self-engineering dan self-desain perlu digali dan digunakan untuk menerapkan ekosistem yang berkelanjutan dalammengelola limbah. Kunci keberhasilan penerapan ekosistem yang berkelanjutan adalah pengetahuan tentang keragaman genetik dan proteomika untuk memilih tanaman dan organisme lain untuk mengubah atau mengakumulasikanpolutan. Sebagian besar tanamanproteomes (sekitar 10 000 protein untuk semua spesies) belum cukup dieksplorasi untuk mengoptimalkan dan memahami berbagai aplikasi fitoremediasi. Selain itu, metabolisme atau degradasi dari sekitar 200 000 metabolit sekunder tanaman jugaperlu dikajilebihlanjut (McCutcheon danJørgensen, 2008).

  4. . Yang,X., Y.Feng, Z.HedanP.J.Stoffella. 2005. Molecular mechanisms of heavy metal hyperaccumulation and phytoremediation. Journal of Trace Elements in Medicine and Biology, 18(4): 339-353. Sekelompok kecil tumbuhanhiperakumulator mampu “menyimpan” logam berat dalam jaringan batangdandaunnyapada konsentrasi tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir, kemajuan ilmiah besar telah ditemukandalam memahami mekanisme fisiologis serapan logam dan transportasinyadalamtubuhtanaman. Namun, masihrelatif sedikit yang diketahui tentang dasar-dasar molekulerproseshiperakumulasi. Yang et al. (2005) mengkajimekanisme seluler (molekuler) toleransi logam (hiperakumulasi) oleh tumbuhanhiperakumulator. Proses utama yang terlibat dalam hiperakumulasilogam dari tanah ke dalamtanamanmeliputi: (a) bioaktivasilogam dalam rizosfer melalui interaksi akar-mikroba; (b) meningkatkan serapan oleh transporter logam dalam membran plasma; (c) detoksifikasi logam dengan mendistribusikan ke dalamsistemapoplasts seperti pengikatan padadinding sel dan khelasilogam dalam sitoplasma dengan berbagai ligan, seperti fitokhelatin, metallothioneins, ikatanprotein logam; (d) penyerapan logam ke dalam vakuola oleh transporter tonoplast.

  5. Anderson, L.S. danM.M.Walsh. 2007. Arsenic uptake by common marsh fern Thelypterispalustris and its potential for phytoremediation. Science of The Total Environment, 379(2–3): 263-265.. Anderson dan Walsh (2007) mengkajibudidaya hidroponik dan budidaya tanah pakis-rawaThelypteris palustris, untuk menyelidiki potensinya dalam fitoremediasi arsen (As) padaair atau tanah yang tercemar. HasilanalisisICP-MS menunjukkan bahwa akar dan daun mengakumulasi arsenik hingga 100 kali konsentrasi dalamlarutanpengolahan250 mg / L dan 500 mg / L arsenik, tetapi nilai-nilai inibervariasi secara luas dan tidak ada perbedaan yang signifikan dalam halkonsentrasi daun diantara perlakuankontrol (tidak ada arsenik) dan perlakuanpengolahan. Tanaman yang terpapar500 mg / L menunjukkangejalanekrosis pada daunnya, halinimenunjukkan bahwa pakisThelypteris palustris bukan calon yang baik untuk fitoremediasisitus yang terkontaminasi arsenik (Anderson dan Walsh, 2007) .

  6. Wei,C.Y. dan T.B. Chen. 2006. Arsenic accumulation by two brake ferns growing on an arsenic mine and their potential in phytoremediation. Chemosphere, 63(6): 1048-1053. . Di daerah sekitartambang arsenik di Provinsi Hunan China selatan, tanah nyaseringkali mengandungkadar arsenik yang tinggi. Wei dan Chen (2006) melakukansurvei lapangan untuk menentukan akumulasi arsenik dalam delapanjenispakis Kreta(Pteris cretica) dan 16 pakis Cina (Pteris vittata) yang tumbuh di daerahini. Tiga faktor yang dianalisisadalah: konsentrasi arsenik pada bagian atas tanah (daun), faktor bioakumulasi (BF, rasio arsenik dalam daun dandalamtanah) dan faktortranslokasi (TF; rasio arsenik dalam daun dandalamakar). Konsentrasi arsenik dalam daun pakis Cinasebesar3-704 mg /kg, BFS sebesar0,06-7,43 dan TF sebesar0,17-3,98, sedangkan padapakis Kreta sebesar149-694 mg/kg, 1,34-6,62 dan 1,00-2,61. Hasil survei inimenunjukkan bahwa kedua pakis inimampu mengakumulasikan arsenik dalam kondisi lapangan. Dengan sebagian besar arseniknyaterakumulasi dalam daun, pakis ini memiliki potensi untuk digunakan dalam fitoremediasi tanah-tanah yang terkontaminasi arsenik.

  7. .Baldwin,P.R. dan D.J. Butcher. 2007. Phytoremediation of arsenic by two hyperaccumulators in a hydroponic environment. Microchemical Journal, 85(2): 297-300. Fito-filtrasimelibatkan penggunaan tumbuhanuntuk menghilangkan senyawa beracun dari air. Arsenik adalah unsur yang sangatpentingterhadapkualitaslingkungan dan toksikologi karena efeknyaterhadapkesehatan manusia. Baldwin dan Butcher (2007) melakukanpenelitian sistem hidroponik dilaboratorium untuk mengkarakterisasi fitofiltrasidalampenyerapan arsenik dan hara-makrooleh dua tumbuhanhiperakumulator arsenik, Pteris cretica cv Mayii (Pakis bulan) dan Pteris vittata (Pakis Cina). Arsenik terbukti secara istimewa menumpuk lebihbanyakdalamdaun dan batang P. cretica cv Mayii dibandingkan dengan akarnua. Serapankalsium dan fosfor dibandingkan antaratanaman kontrol (larutanhara) dan tanaman yang terpapararsenik (III) (larutan haradiperkayaarsen(III)). Perbedaan yang signifikan konsentrasi hara-makroterjadipada akar, batang, dan daun , antara tanamankontrol dan tanaman yang trpapararsenik. Kandunganarsenik dari tanaman P. vittata yang terpaparlarutanhidroponik yang mengandung arsenik(III) dan arsen(V)ternyatatidakberbedanyata.

  8. . Favas, P.J.C., J. Pratasdan M.N.V. Prasad. 2012. Accumulation of arsenic by aquatic plants in large-scale field conditions: Opportunities for phytoremediation and bioindication. Science of The Total Environment, 433(Sept.): 390-397. . Favas, Pratasdan Prasad (2012) menelitipotensi tumbuhanair untuk bioindikator As dan / atau fitofiltrasiarsenik dari air yang terkontaminasi. Lebih dari 71 spesies tumbuhanair dikumpulkan dari 200 titik sampling diperairan. Spesies Ranunculus trichophyllus, Ranunculus peltatus subsp. saniculifolius, Lemna minor, Azolla carolininia, dan Juncus effusus, menunjukkan korelasi positif sangat signifikan dengan keberadaan arsenik dalam air. Spesies ini dapat berfungsi sebagai bioindikator arsenik. Konsentrasi tertinggi arsenik ditemukan pada Callitriche lusitanica (2346 mg / kg DW), Callitriche brutia (523 mg / kg DW), L. minor (430 mg / kg DW), A. carolininia (397 mg / kg DW), R. trichophyllus (354 mg / kg DW), Callitriche stagnalis (354 mg / kg DW) dan Fontinalis antipyretica (346 mg / kg DW). Hasil penelitianini menunjukkan potensi penggunaan jenis-jenistumbuhan air iniuntuk fitofiltrasiarsenik melalui sistemlahan basah buatanatau pemeliharaanjenis tumbuhan ini ke dalam badan air alami (Favas, Pratasdan Prasad, 2012).

  9. . . Shoji, R., R. Yajimadan Y. Yano . 2008. Arsenic speciation for the phytoremediation by the Chinese brake fern, Pterisvittata. Journal of Environmental Sciences, 20(12): 1463-1468. Shoji, Yajimadan Yano (2008) mengkajispesiasiArsen (As) untuk fitoremediasi dengantumbuhanpakis Cina. Mekanisme tanaman menginduksi pembentukansenyawa thiol (SH) dan protein akibatketerpaparan As dalam hubungannyadenganserapanAs dan fosfat ke dalam sel tanaman. Pteris vittata secaraefisien dapat mereduksiAs(V) menjadi As(III) dengan menghasilkanensimreduktase dan mensintesis thiol yang menyebabkan produksi fitokhelatin. Selanjutnya, Pteris vittata dapatmengendalikan konsentrasi fosfat dalam sel sesuai dengan konsentrasi arsenit dan arsenat.

  10. . Vamerali,T., M. Bandiera, L. Coletto, F. Zanetti, N.M.DickinsondanG.Mosca . 2009. Phytoremediation trials on metal- and arsenic-contaminated pyrite wastes (Torviscosa, Italy). Environmental Pollution, 157(3): 887-894. Di sebuah situs di Udine, Italia, lapisan (setebal0,7 m) limbah yang terkontaminasi As, Co, Cu, Pb dan Zn yang berasal dari penggorenganmineral untuk ekstraksi sulfur telah ditutupi dengan lapisantanahberkerikil yang tidaktercemarsetebal0,15 m (Vamerali, et al., 2009). Studi ini mengkaji apakah fitoremediasibiomassa berkayu merupakanpilihan manajemen yang realistis. Dengan membandingkan pembajakan dan subsoiling (kedalaman 0,35 m), pertumbuhan Populus dan Salix dan serapanharamikrodipelajaridalampercobaanpot dan uji-coba lapangan. Perbedaan spesies bersifatmarjinal dan pemilihan spesies tidak kritis. Gangguan produktivitas bagiantumbuhandiatastanahdan rendahnyatranslokasi haramikromenunjukkan bahwa penyerapankontaminan yang “bioavailable” ternyatatidak layak. Temuan yang paling signifikan adalah pertumbuhanakar-akarkasar dan akar-akarhalus dalam lapisan permukaan yang menyediakan “tampungan” yang signifikan untuk haramikro. Penelitimenyimpulkan bahwa fitostabilisasidan imobilisasi yang efektif unsurlogam dan As dapat dicapai di lokasi dengan perbaikan tanah yang dikombinasikan dengan penanamanspesies kayu. Keyakinan untuk mencapai remediasiberkelanjutandanjangka panjang mensyaratkankuantifikasi lebih lengkap dinamika akar dan pemahaman yang lebih baik tentangproses-proses dalamrizosfer.

  11. . . Wan,X., M.Lei, Y.Liu, Z.Huang, T. Chen danD.Gao. 2013. A comparison of arsenic accumulation and tolerance among four populations of Pterisvittata from habitats with a gradient of arsenic concentration. Science of The Total Environment, 442(January): 143-151. KontaminasiArsen (As) dapatmenimbulkan risiko tinggi bagi kesehatan manusia. Fitoremediasi berdasarkan hiperakumulator As pakisPteris vittata telah digunakan didaerah lahan pertanian yang terkontaminasi As di Cina selatan. Namundemikian, alasan terjadinyaperbedaan penyerapanAs diantara P. populasi vittata masih belum jelas. Wan et al. (2013) meneliti spora dari empat populasi P.vittata yang dikumpulkan dari empat lokasi dengan berbagai konsentrasi As-tanah (108 mg/kg-7527 mg/kg) dan kemudian dibiakkan dalam lingkungan yang terkendali untuk menganalisis kemampuannyamengakumulasikan As dan toleransinyaterhadap As. Hasil penelitian inimenunjukkan bahwa populasi dari habitat miskin As menunjukkankonsnetrasi As dalamdaunnya80% lebih besar dibandingkan dengan populasidari habitat kaya As. Di sisi lain, populasi dari habitat kaya As menghasilkanbiomasasekitar lima kali lebih besar dibandingkan dengan populasidari habitat yang miskin As, bila keduanyaterpaparcekaman As yang sama. Dengan demikian, akumulasi As dan toleransi pakisP. vittata merupakandua proses yang bersifatindependen. Investigasi lebih lanjut mengungkapkan bahwa penyerapan As dan konversi spesies As terjadi di dalamakar merupakandua prosespenting yang menjembatani konsnetrasi As-tanahdan responspakisP. vittata terhadapAs. Tergantung pada konsentrasi pada tanah sasaran, pemilihan populasi P. vittata yang berbeda dapat menghasilkan perbedaan delapan kali lipat dalam hal efisiensi remediasinya.

  12. Francesconi,K., P. Visoottiviseth, W. SridokchandanW.Goessler. 2002. Arsenic species in an arsenic hyperaccumulating fern, Pityrogrammacalomelanos: a potential phytoremediator of arsenic-contaminated soils. Science of The Total Environment, 284(1–3): 27-35.. . Francesconi et al. (2002) mempelajaritumbuhan pakis Pityrogramma calomelanos hiperakumulator arsenik yang banyaktumbuh padatanah-tanah yang terkontaminasi arsenik di distrik Ron Phibun Thailand selatan. Pakis P. calomelanos inimengakumulasikan arsenik terutama dalamdaunnya (hingga 8350 mg As / g biomassa kering) sedangkan rhizoidnya mengandung konsentrasi As terendah (88-310 mg As / g biomassa kering). Spesies arsenik dalam ekstrak air daritanaman pakis dan tanah ditentukan dengan Metode Kromatografi caira, bertekanantinggi digabungkan denganspektrometer induktif (HPLC-ICPMS) yang berfungsi sebagai detektor khusus arsenik. Hanya sebagian kecil dari arsenik (6,1-12%) dalam tanah yang dapatdiekstraksi ke dalam air, dan sebagian besar arsen ini (> 97%) berupaarsenat. Spesiesarsenik dalam rhizoids pakis adalah sekitar 60% dapatdiekstrakdengan air, 95% berupaarsenat. Sebaliknya, arsenik dalam daun pakis mudah diekstraksi ke dalam air (86-93%) dan berupaarsenit (60-72%) dan sisanya berupaarsenat. Methylarsonate dan dimethylarsinate terdeteksi dalamjumlahkecilpadadua sampel pakis. Perkiraan awal potensi fitoremediasi menunjukkan bahwa P. calomelanos mungkin menyerapsekitar 2% dari beban arsenik dalamtanah per tahun. Dengan mempertimbangkan jenis arsenik yang adadalam pakis, dan kelarutannyadalamair, makapilihan untuk membuang biomasapakis arsenik yang kaya As kelaut harusditinjaukembali.

  13. . . Lyubenova, L., P.Pongrac, K.V.Mikuš, G.K.Mezek, P.Vavpetič, N.Grlj, M.Regvar, P.PelicondanP.Schröder. 2013. The fate of arsenic, cadmium and lead in Typhalatifolia: A case study on the applicability of micro-PIXE in plant ionomics. Journal of Hazardous Materials, 248–249(March): 371-378. . Lyubenova et al. (2013) mempelajariserapan, akumulasi dan distribusi unsur-unsur beracun dalamtumbuhan , dalamkaitannyauntukdesain strategi fitoremediasi yang efektif, terutama dalam kasus pencemaran multi-elemen. Dengan menggunakan Metodemikro-proton diinduksi emisi sinar-X, distribusi spasial Na, Mg, Al, Si, P, S, Cl, K, Ca, Mn, Fe, Zn, As, Br, Rb, Sr, Cd dan Pb secara kuantitatif terdeteksidalam akar dan rimpang spesies tumbuhanlahan basah, Typha latifolia, yang diperlakukandengan campuran 100 μM masing-masing As, Cd dan Pb, secarabersama-sama. Konsentrasi tertinggi dari As, Cd dan Pb ditemukan dalamakar T. latifolia, dan distribusinya spesifik jaringan. Arsenikterdeteksi dalam rhizodermis akar, dan didalamrimpang ternyatamayoritas As beradadalam jaringan pembuluh. Hal inimenunjukkan bahwaAs dalam tumbuhanT. latifoliasangatmobil. Spesies Cd terdeteksi dalam exodermis akar, dan dalam jaringanpembuluhsertaepidermis rimpang. Konsentrasi Pb tertinggi terdeteksi dalam rhizodermis akar dan exodermisakar, sertadalam epidermis rimpang.

  14. . . Pandey, V.C. 2012. Phytoremediation of heavy metals from fly ash pond by Azollacaroliniana. Ecotoxicology and Environmental Safety, 82(August): 8-12. Pandey (2012) menelitikelimpahanalamitumbuhanAzollacarolininia (pakis air) padakolampermukaanlogam yang diperkayadenganabu-terbang (FA) yang mencerminkankarakteristiktoksi-toleransinya. Hasilpenelitianinimenunjukkanefisiensi A. carolininiauntukfitoremediasikolam FA karenafaktorbiokonsentrasinya yang lebihtinggi. Konsentrasilogamberkisar 175-538 dan 86 -753 mg/kg dalamakardandaun. Faktorbiokonsentrasi (BCF) darisemualogamdalamakardandaunberkisarantara 1,7 - 18.6 dan 1,8-11,0, semuanilailebihbesardarisatudanmenunjukkanpotensi A. carolininiauntukmengakumulasikanlogam. Faktortranslokasi (TF) berkisar 0,37-1,4 untukberbagailogamberat. Hasillapanganmembuktikanbahwa A. carolininiaadalahakumulatorlogamberatdandapatdigunakanuntukfitoremediasikolam FA.

  15. . . McSweeney, N.J. danL.Forbes. 2014. Arsenic-interacting plant proteins as templates for arsenic specific flotation collectors? A review. Minerals Engineering, 64(October ): 67-77. Mineral yang mengandungarseniklazimterjadi dalam bijih tambangyang mengandung timbal, nikel, emas dan tembaga. Karena kesamaan dalam sifat permukaan mineral logam-sulfida dengan mineral arsenik, makapemisahan selektif arsenik dari bijih tersebut dengan flotasi tetap menantang. Arsenik juga terdapatdi mana-mana dalam lingkungan alam dan sangat beracun bagisemua bentuk kehidupan. Namundemikian, jenis tumbuhantertentu telah mengembangkanmekanisme yang memungkinkannyauntuk tumbuhdi tanah yang kaya arsenik, dengan hiper-akumulasi arsenik dalam akar dan daunnya.McSweeneydan Forbes (2014) membahas fungsi biologis arsenik dalamtanaman hiper-akumulasidan mengidentifikasi biomolekul kunci yang terlibat dalam penyerapan, detoksifikasi dan penyimpananspesies arsenik dalam tanaman.

  16. January, M.C., T.J. Cutright, H. Van Keulendan R. Wei. 2008. Hydroponic phytoremediation of Cd, Cr, Ni, As, and Fe: Can Helianthus annuushyperaccumulate multiple heavy metals?. Chemosphere, 70(3): 531-537. January et al. (2008) menelitibunga matahari yang dipaparlarutanharayang terkontaminasi 3, 4, atau 5 logam berat, dengan dan tanpa EDTA. Bunga matahari menunjukkanpreferensi serapan logam Cd = Cr> Ni, Cr> Cd> Ni> As dan Fe >> As> Cd> Ni> Cr tanpa EDTA ; dan Cr> Cd> Ni, Fe >> As> Cd> Cr> Ni dengan perlakuanEDTA. Serapan As tidak terpengaruh oleh logam lainnya, tetapi arsenikini menurunan konsentrasi Cd dan Ni dalam batang. Kehadiran Fe meningkatkan translokasi logam lainnya. Secara umum, EDTA berfungsisebagai halangan untuk penyerapan logam. Padapercobaan dengan semua lima logam berattersebut, EDTA menurunkan Cd dalam akar dan batang sebesar2,11-1,36 dan 2,83-2,32 mg/gbiomassa. Padakondisi yang sama, Ni dalam batang menurun 1,98-0,94 mg/g, total serapan logam menurun dari 14,95 mg hingga13,89 mg, dan biomassa total menurun dari 2,38 g menjadi 1,99 g. Hasil penelitianini menunjukkan efek negatif secara keseluruhan akibatpenambahan EDTA. Namun tidak diketahui apakah efek negatif inidisebabkanolehtoksisitas yang ditimbulkan oleh EDTA atau karenarusaknyaikatanfitokhelatin-logam. Temuan yang paling penting adalah kemampuan bunga matahari untuk mencapai status hiperakumulator untuk As dan Cd dalam semua kondisi (January et al., 2008) . Status hiperakumulator Ni hanya dicapai dalamkondisiadatiga jenislogam tanpa EDTA.

  17. Najjapak, S., M. Meetam, M.Kruatrachue, P.PokethitiyookdanK.Nathalang. 2013. Phytoremediation potential of charophytes: Bioaccumulation and toxicity studies of cadmium, lead and zinc. Journal of Environmental Sciences, 25(3): 596-604.. Najjapak, et al. (2013) meneliti kemampuan charophytes air tawar, yaituChara aculeolata dan Nitella opaca dalam penyerapankadmium (Cd), timbal (Pb) dan seng (Zn) dari air limbah. Jenis algae C. aculeolata dan N. opaca terpaparberbagai konsentrasi Cd (0,25 dan 0,5 mg / L), Pb (5 dan 10 mg / L) dan Zn (5 dan 10 mg / L) dalamsistemhidroponik selama enam hari. JenistumbuhanC. aculeolata lebih toleran terhadap Cd dan Pb daripada N. opaca. Tingkat pertumbuhan relatif algae N. opaca secara drastis berkurang pada konsentrasi tinggi Cd dan Pb, meskipun keduanya toleran terhadap Zn. Kedua makroalga inimenunjukkan penurunan kandungankloroplas, klorofil dan kandungan karotenoid setelah paparanCd dan Pb, sedangkanpaparan Zn hanyasedikitberpengaruh. Bioakumulasi Cd dan Pb lebih tinggi pada algae N. opaca (1544,3 mg / g pada 0,5 mg / L Cd, 21.657,0 mg / g pada 10 mg / L Pb), sedangkan akumulasi Zn yang lebihtinggiterjadipada algae C. aculeolata (6.703,5 mg/g pada 10 mg/L Zn). Selain itu, tingginya nilai faktor biokonsentrasi (> 1000) untuk Cd dan Pb terjadipada kedua spesies algae ini. JenisC. aculeolata menunjukkan persentase penyerapanCd dan Pb (> 95%) lebihtinggidaripadajenis N. opaca, dan tampaknya menjadi pilihan yang lebih baik untuk penyerapanCd dan Pb dari limbah cair karena toleransinya yang tinggi terhadap kedualogam ini.

  18. . Sasmaz, A. danM.Sasmaz . 2009. The phytoremediation potential for strontium of indigenous plants growing in a mining area. Environmental and Experimental Botany, 67(1): 139-144. . SasmazdanSasmaz (2009) meneliti distribusi dan akumulasi strontium (Sr) dalamdaundan akar Euphorbia macroclada (EU), Verbascum cheiranthifolium (VR), dan Astragalus gummifer (AS), sehubungan dengan penggunaannyadalam fitoremediasi. Sampel tanaman dan tanah dikumpulkan dari daerah pertambangan Keban dandianalisis denganmetodeICP-MS untuk Sr. Nilai rata-rata Sr dalamdaun, akar dan tanah, masing-masing, sebesar453, 243 dan 398 mg/kg untuk tumbuhanE. macroclada; 149, 106 dan 398 mg/kg untuk V. cheiranthifolium; dan 278, 223 dan 469 mg/ kg untuk A. gummifer. Faktor pengayaan untuk root (ECR) dan untukdaun(ECS) tanaman ini ternyatalebih kecildari 1 atau mendekati 1, kecuali untuk daunE. macroclada. Faktor translokasi rata-rata (TLF) dari tanaman ini lebih besardari 1, dan 2,08 untuk E. macroclada, 1,47 untuk V. cheiranthifolium, 1,18 untuk A. gummifer. Dengan demikian terlihat bahwa daun-dauntanaman ini dapatmenjadi bioakumulator yang efisien untuk Sr dan dapat digunakan dalam membersihkan atau merehabilitasi tanah yang terkontaminasi Srkarena faktor translokasinyasangat tinggi (SasmazdanSasmaz , 2009) .

  19. Agunbiade,F.O., B.I.Olu-Owolabidan K.O. Adebowale. 2009. Phytoremediation potential of Eichorniacrassipes in metal-contaminated coastal water. Bioresource Technology, 100(19):4521-4526. Agunbiade, et al. (2009) melakukanpenelitianuntukmengevaluasipotensiEichornia crassipes untuk digunakandalamfitoremediasi diwilayah pesisir yang terkontaminasi logam. Sepuluh logam, As, Cd, Cu, Cr, Fe, Mn, Ni, Pb, Zn, dan V dinilai dalam air , dalamakar dandauntanaman dari daerah pesisir Ondo State, Nigeria. Nilai-nilai inidigunakan untuk mengevaluasi faktorpengayaan (EF) dan faktor translokasi (TF) dalamtubuhtanaman. Konsentrasi kritis logam lebih rendah dari yang ditentukan untuk mengklasifikasikan tanaman sebagai akumulator , tetapi EF dan TF mengungkapkan bahwa tanaman mengakumulasikan logam beracun Cr, Cd, Pb dan As , dalamakar dan daunnyahinggakonsnetrasitinggi.Hal inimenunjukkan bahwa tanaman yang memproduksibanyakbiomassa di permukaan air dan tidak dimakan olehhewan dapat berfungsi sebagai tanaman fito-ekstraksidan rhizofiltrasoidalam teknologi fitoremediasi.

  20. . .Phytoremediation of water contaminated with mercury using Typhadomingensis in constructed wetland Original Research ArticleChemosphere, Volume 103, May 2014, Pages 228-233Marcos ViníciusTeles Gomes, Roberto Rodrigues de Souza, Vinícius Silva Teles, ÉricaAraújo Mendes The presence of mercury in aquatic environments is a matter of concern by part of the scientific community and public health organizations worldwide due to its persistence and toxicity. The phytoremediation consists in a group of technologies based on the use of natural occurrence or genetically modified plants, in order to reduce, remove, break or immobilize pollutants and working as an alternative to replace conventional effluent treatment methods due to its sustainability – low cost of maintenance and energy. The current study provides information about a pilot scale experiment designed to evaluate the potential of the aquatic macrophyteTyphadomingensis in a constructed wetland with subsurface flow for phytoremediation of water contaminated with mercury. The efficiency in the reduction of the heavy metal concentration in wetlands, and the relative metal sorption by the T. domingensis, varied according to the exposure time. The continued rate of the system was 7 times higher than the control line, demonstrating a better performance and reducing 99.6 ± 0.4% of the mercury presents in the water contaminated. When compared to other species, the results showed that the T. domingensis demonstrated a higher mercury accumulation (273.3515 ± 0.7234 mg kg−1) when the transfer coefficient was 7750.9864 ± 569.5468 L kg−1. The results in this present study shows the great potential of the aquatic macrophyteT. domingensis in constructed wetlands for phytoremediation of water contaminated with mercury.

  21. . . Joint effects of arsenic and cadmium on plant growth and metal bioaccumulation: A potential Cd-hyperaccumulator and As-excluder Bidenspilosa L Original Research ArticleJournal of Hazardous Materials, Volume 165, Issues 1–3, 15 June 2009, Pages 1023-1028Yue-bing Sun, Qi-xing Zhou, Wei-tao Liu, Jing An, Zhi-QiangXu, Lin Wang Joint effects of arsenic (As) and cadmium (Cd) on the growth of Bidenspilosa L. and its uptake and accumulation of As and Cd were investigated using the field pot-culture experiment. The results showed that single Cd (≤25 mg kg−1) and As (≤50 mg kg−1) treatments could promote the growth of B. pilosa, resulting in 34.5–104.4% and 21.0–43.0%, respectively, increase in the dry biomass of shoots while compared with that under the control conditions. However, under the co-contamination of As and Cd, there was an antagonistic effect on the growth of the plant. The concentrations of As and Cd accumulated in tissues of the plant increased with an increase of As and Cd in soils. In particular, the levels of Cd in stems and leaves reached 103.0 and 110.0 mg kg−1, respectively, when soil Cd was 10 mg kg−1. Furthermore, the BF and TF values of Cd were greater than 1.0. However, the highest content of As in roots of the plant was only 13.5 mg kg−1 when soil As was at a high level, i.e. 125 mg kg−1, and the TF values of As were less than 0.1, indicating that B. pilosa can be considered as a potential Cdhyperaccumulator and As excluder. The presence of As had inhibitory effects on Cd absorption by the plant, in particular, the accumulation of Cd in stems, leaves and shoots decreased significantly, with 42.8–53.1, 49.3–66.4 and 37.6–59.5%, respectively, reduction when the level of soil As was up to 125 mg kg−1 compared with that under no addition of As. Whereas, when Cd was added to soils, it could facilitate As accumulation in tissues of the plants and the As concentrations in shoots increased with increasing Cd spiked in soils. The interactive effects of Cd and As may be potential for phytoremediation of Cd and/or As contamination soils. Efek gabungan dari arsen (As) dan kadmium (Cd) terhadap pertumbuhan Bidens pilosa L. dan serapan dan akumulasi As dan Cd diselidiki menggunakan percobaan pot-bidang kebudayaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa satu Cd (≤ 25 mg kg-1) dan As (≤ 50 mg kg-1) Perawatan bisa mendorong pertumbuhan B. pilosa, sehingga 34,5-104,4% dan 21,0-43,0%, masing-masing, peningkatan biomassa kering tunas sementara dibandingkan dengan pada kondisi kontrol. Namun, di bawah co-kontaminasi As dan Cd, ada efek antagonis terhadap pertumbuhan tanaman. Konsentrasi As dan Cd terakumulasi dalam jaringan tanaman meningkat dengan peningkatan As dan Cd dalam tanah. Secara khusus, tingkat Cd di batang dan daun mencapai 103,0 dan 110,0 mg kg-1, masing-masing, ketika tanah Cd adalah 10 mg kg-1. Selanjutnya, BF dan TF nilai Cd yang lebih besar dari 1,0. Namun, isi tertinggi Seperti pada akar tanaman hanya 13,5 mg kg-1 ketika tanah Seperti pada tingkat tinggi, yaitu 125 mg kg-1, dan nilai-nilai TF As kurang dari 0,1, menunjukkan bahwa B. pilosa dapat dianggap sebagai hiperakumulator Cd potensial dan As teksi. Kehadiran As memiliki efek penghambatan pada penyerapan Cd oleh tanaman, khususnya, akumulasi Cd dalam batang, daun dan tunas menurun secara signifikan, dengan 42,8-53,1, 49,3-66,4 dan 37,6-59,5%, masing-masing, pengurangan ketika tingkat tanah Seperti yang hingga 125 mg kg-1 dibandingkan dengan yang di bawah tidak ada penambahan As. Padahal, ketika Cd ditambahkan ke tanah, bisa memfasilitasi Sebagai akumulasi dalam jaringan tanaman dan konsentrasi Seperti di tunas meningkat dengan meningkatnya Cd meningkat di tanah. Efek interaktif Cd dan As mungkin potensial untuk fitoremediasi Cd dan / atau As tanah kontaminasi.

  22. . The phytoremediation ability of a polyculture constructed wetland to treat boron from mine effluent. Original Research ArticleJournal of Hazardous Materials, Volumes 252–253, 15 May 2013, Pages 132-141Onur Can Türker, HarunBöcük, AnılYakar This study focuses on describing the ability of a small-scale, subsurface-flow-polyculture-constructed wetland (PCW) to treat boron (B) mine effluent from the world's largest borax mine (Kırka, Turkey) under field conditions. This application is among the first effluent treatment methods of this type in both Turkey and the world. This study represents an important resource on how subsurface-flow-constructed wetlands could be used to treat B mine effluents in the field conditions. To this end, an experimental wetland was vegetated with common reed (Phragmitesaustralis) and cattails (Typhalatifolia), and mine effluent was moved through the wetland. The results of the present study show that B concentrations of the mine effluent decreased from 187 to 123 mg l−1 (32% removal rate) on average. The T. latifolia individuals absorbed a total of 250 mg kg−1 whereas P. australis in the PCW absorbed a total of 38 mg kg−1 B during the research period. . Penelitian ini berfokus pada menggambarkan kemampuan dari skala kecil, bawah permukaan-flow-polikultur-constructed wetland (PCW) untuk mengobati boron (B) limbah tambang dari terbesar di dunia tambang boraks (Kırka, Turki) di bawah kondisi lapangan. Aplikasi ini merupakan salah satu metode pengolahan limbah pertama dari jenis ini di Turki dan dunia. Penelitian ini merupakan sumber penting tentang bagaimana permukaan-flow-dibangun lahan basah dapat digunakan untuk mengobati limbah B tambang di kondisi lapangan. Untuk tujuan ini, sebuah lahan basah bervegetasi eksperimental dengan buluh umum (Phragmites australis) dan cattails (Typha latifolia), dan limbah tambang dipindahkan melalui lahan basah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi ini B dari limbah tambang menurun 187-123 mg l-1 (tingkat removal 32%) rata-rata. The T. individu latifolia menyerap total 250 mg kg-1 sedangkan P. australis di PCW menyerap total 38 mg kg-1 B selama periode penelitian.

  23. . .Phytoremediation: modeling plant uptake and contaminant transport in the soil–plant–atmosphere continuum Original Research ArticleJournal of Hydrology, Volume 266, Issues 1–2, 5 September 2002, Pages 66-82Ying Ouyang Phytoremediation is an emerging technology that uses plants and their associated rhizospheric microorganisms to remove, degrade, detoxify, or contain contaminants located in the soil, sediments, groundwater, surface water, and even the atmosphere. This study investigates phytoremediation of 1,4-dioxane from a contaminated sandy soil by a poplar cutting, which is associated with water flow in the soil as well as water movement and 1,4-dioxane translocation in the xylem and phloem systems. An existing one-dimensional mathematical model for coupled transport of water, heat, and solutes in the soil–plant–atmosphere continuum (CTSPAC) is modified for the purpose of this study. The model is calibrated with the laboratory experimental measurements prior to its applications. A simulation scenario is then performed to investigate phytoremediation of 1,4-dioxane by a poplar cutting in response to daily water flow and 1,4-dioxane transport for a simulation period of 7 days. Simulation shows that 1,4-dioxane concentration is high in leaves and low in roots with the stem in between. However, 1,4-dioxane mass in the stem (60%) is higher than that of leaves (28%) and roots (12%). This occurs because the stem volume used in this study is larger than those of leaves and roots. The simulation further reveals that about 30% of the soil 1,4-dioxane is removed within 7 days, resulting mainly from root uptake. A plot of the 1,4-dioxane concentrations in plant compartments as a function of time shows that the highest concentration in leaves is about 2600 μg/cm3 and the lowest concentration in roots is about 350 μg/cm3 at the end of the simulation. Results indicate that leaves are an important compartment for 1,4-dioxane accumulation and transpiration. This study suggests that the modified CTSPAC model could be a useful tool for phytoremediation estimations. Fitoremediasi adalah sebuah teknologi baru yang menggunakan tanaman dan mikroorganisme rizosfer mereka terkait untuk menghapus, menurunkan, detoksifikasi, atau mengandung kontaminan yang terletak di tanah, sedimen, air tanah, air permukaan, dan bahkan atmosfer. Penelitian ini meneliti fitoremediasi 1,4-dioksan dari tanah berpasir yang terkontaminasi oleh pemotongan poplar, yang berhubungan dengan aliran air dalam tanah serta pergerakan air dan 1,4-dioxane translokasi dalam xilem dan floem sistem. Sebuah model matematika satu dimensi yang ada untuk transportasi ditambah air, panas, dan zat terlarut dalam kontinum tanah-tanaman-atmosfer (CTSPAC) dimodifikasi untuk tujuan penelitian ini. Model ini dikalibrasi dengan laboratorium pengukuran eksperimental sebelum aplikasi. Skenario simulasi ini kemudian dilakukan untuk menyelidiki fitoremediasi 1,4-dioksan oleh pemotongan poplar dalam menanggapi aliran air setiap hari dan transportasi 1,4-dioxane untuk jangka waktu simulasi dari 7 hari. Simulasi menunjukkan bahwa konsentrasi 1,4-dioksan tinggi dalam daun dan rendah akar dengan batang di antara keduanya. Namun, massa 1,4-dioxane dalam batang (60%) lebih tinggi dari daun (28%) dan akar (12%). Hal ini terjadi karena volume batang yang digunakan dalam penelitian ini adalah lebih besar daripada daun dan akar. Simulasi lebih lanjut mengungkapkan bahwa sekitar 30% dari tanah 1,4-dioxane dihapus dalam waktu 7 hari, akan timbul terutama dari serapan akar. Sebuah plot konsentrasi 1,4-dioxane dalam kompartemen tanaman sebagai fungsi waktu menunjukkan bahwa konsentrasi tertinggi dalam daun adalah sekitar 2.600 μg/cm3 dan konsentrasi terendah di akar adalah sekitar 350 μg/cm3 pada akhir simulasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa daun merupakan kompartemen penting untuk akumulasi 1,4-dioxane dan transpirasi. Studi ini menunjukkan bahwa model CTSPAC dimodifikasi bisa menjadi alat yang berguna untuk estimasi fitoremediasi.

  24. . . Arsenic accumulation by Talinumcuneifolium – application for phytoremediation of arsenic-contaminated soils of Patancheru, Hyderabad, India Review ArticleTrace Metals and other Contaminants in the Environment, Volume 9, 2007, Pages 315-337K. Chandra Sekhar, C.T. Kamala, N.S. Chary, A.B. Mukherjee In recent years, due to increased use of metal-containing raw materials and population growth, many regions of the Indian subcontinent have been contaminated with metals. Metal contamination poses the most significant potential threat to the environment and the human health due to their known toxicity. Many sites in the industrial region of Patancheru near Hyderabad, Andhra Pradesh (AP), and Rajnandagaon district of Chhatisgarh State, India, are polluted with high concentrations of trace metals including As, inorganic chemicals, and organic compounds. Large amounts of As have been reported in landfills and groundwater in many regions of the world. Many people live in the Bengal Delta Plain, which is contaminated with high concentration of As (>10 μg/l) in drinking water. In most soils, As is generally found in relatively low level, but in industrial and contaminated sites, its concentration may be quite high. Among the different remediation technologies, phytoremediation of metal-contaminated soils offers a cost-effective alternative and its importance is increasing for clean-up of metal-contaminated ecosystems. This study was carried out with a hyperaccumulating plant Talinumcuneifolium, which belongs to the family Portulacaceae, for removal of As from soil. The ability of this plant to accumulate As in roots and shoots was studied under pot experimental conditions. The results showed that As accumulation reached maximum in the roots during the first 1–3 weeks. After a period of 1 month, the leaf As concentration increased, compared to the roots and stems. The plant could withstand As concentrations up to 2000 mg/kg DW, though phytotoxic symptoms appeared later on. In addition, we studied the effect of various metals (Pb, Cr, Co, Cu, Zn, Cd, and Fe), and anions (carbonate, acetate, phosphate, nitrate, sulfate, and chloride). We also used various chemical modifiers such as N + P + K fertilizer and citrate to increase plant As removal from contaminated soils. An attempt was made for the decontamination of As from several soils contaminated with As in Patancheru, using As hyperaccumulator, T. cuneifolium. Dalam beberapa tahun terakhir, karena meningkatnya penggunaan logam yang mengandung bahan baku dan pertumbuhan penduduk, banyak daerah benua India telah terkontaminasi dengan logam. Kontaminasi logam menimbulkan potensi ancaman yang paling signifikan terhadap lingkungan dan kesehatan manusia akibat toksisitas dikenal mereka. Banyak situs di kawasan industri dari Patancheru dekat Hyderabad, Andhra Pradesh (AP), dan kabupaten Rajnandagaon dari Chhatisgarh Negara, India, tercemar dengan konsentrasi tinggi jejak logam termasuk As, bahan kimia anorganik, dan senyawa organik. Sejumlah besar Seperti telah dilaporkan di tempat pembuangan sampah dan air tanah di banyak wilayah di dunia. Banyak orang tinggal di Bengal Delta Plain, yang terkontaminasi dengan konsentrasi tinggi As (> 10 mg / l) dalam air minum. Dalam sebagian besar tanah, Seperti umumnya ditemukan dalam tingkat yang relatif rendah, tetapi di lokasi industri dan terkontaminasi, konsentrasinya mungkin cukup tinggi. Di antara teknologi remediasi yang berbeda, fitoremediasi tanah terkontaminasi logam-menawarkan alternatif yang hemat biaya dan pentingnya meningkat untuk bersih-bersih ekosistem logam terkontaminasi.Penelitian ini dilakukan dengan tanaman hyperaccumulating Talinum cuneifolium, yang milik keluarga Portulacaceae, untuk menghilangkan As dari tanah. Kemampuan tanaman ini menumpuk Seperti di akar dan tunas dipelajari di bawah kondisi percobaan pot. Hasil penelitian menunjukkan bahwa akumulasi As mencapai maksimum pada akar selama 1-3 minggu pertama. Setelah jangka waktu 1 bulan, daun Sebagai konsentrasi meningkat, dibandingkan dengan akar dan batang. Tanaman bisa menahan Sebagai konsentrasi 2000 mg / kg DW, meskipun gejala phytotoxic muncul di kemudian hari. Selain itu, kami mempelajari pengaruh berbagai logam (Pb, Cr, Co, Cu, Zn, Cd, dan Fe), dan anion (karbonat, asetat, fosfat, nitrat, sulfat, dan klorida). Kami juga menggunakan berbagai pengubah kimia seperti N + P + K pupuk dan sitrat untuk meningkatkan tanaman Sebagai penghapusan dari tanah yang terkontaminasi. Sebuah usaha telah dilakukan untuk dekontaminasi As dari beberapa tanah yang terkontaminasi dengan As di Patancheru, menggunakan Sebagai hiperakumulator, T. cuneifolium.

  25. . .Phytoremediation of stable Cs from solutions by Calendula alata, Amaranthuschlorostachys and Chenopodium album Original Research ArticleEcotoxicology and Environmental Safety, Volume 74, Issue 7, October 2011, Pages 2036-2039Roxana Moogouei, MehdiBorghei, Reza Arjmandi Uptake rate of 133Cs, at three different concentrations of CsCl, by Calendula alata, Amaranthuschlorostachys and Chenopodium album plants grown outdoors was studied. These plants grow abundantly in semi-arid regions and their varieties exist in many parts of the world. When exposed to lowest Cs concentration 68 percent Cs was remediated by Chenopodium album.133Cs accumulation in shoots of Amaranthuschlorostachys reached its highest value of 2146.2 mg kg−1 at a 133Cs supply level of 3.95 mg l−1 of feed solution. The highest concentration ratio value was 4.89 for Amaranthuschlorostachys, whereas for the other tests it ranged from 0.74 to 3.33. Furthermore uptake of 133Cs by all three species increased with increasing metal concentrations. The results also indicated that hydroponically grown Calendula alata, Amaranthuschlorostachys and Chenopodium album could be used as potential candidate plants for phytoremediation of solutions contaminated with Cs.

  26. . Metal uptake, transport and release by wetland plants: implications for phytoremediation and restoration. Review ArticleEnvironment International, Volume 30, Issue 5, July 2004, Pages 685-700Judith S. Weis, Peddrick Weis Marshes have been proposed as sites for phytoremediation of metals. The fate of metals within plant tissues is a critical issue for effectiveness of this process. In this paper we review studies that investigate the effects of plants on metals in wetlands. While most of these marsh plant species are similar in metal uptake patterns and in concentrating metals primarily in roots, some species retain more of their metal burden in belowground structures than other species, which redistribute a greater proportion of metals into aboveground tissues, especially leaves. Storage in roots is most beneficial for phytostabilization of the metal contaminants, which are least available when concentrated below ground. Plants may alter the speciation of metals and may also suffer toxic effects as a result of accumulating them. Metals in leaves may be excreted through salt glands and thereby returned to the marsh environment. Metal concentrations of leaf and stem litter may become enriched in metals over time, due in part to cation adsorption or to incorporation of fine particles with adsorbed metals. Several studies suggest that metals in litter are available to deposit feeders and, thus, can enter estuarine food webs. Marshes, therefore, can be sources and well as sinks for metal contaminants. Phragmitesaustralis, an invasive species in the northeast U.S. sequesters more metals belowground than the native Spartinaalterniflora, which also releases more via leaf excretion. This information is important for the siting and use of wetlands for phytoremediation as well as for marsh restoration efforts.

More Related