500 likes | 765 Views
Pajak Penghasilan Pertemuan 05 - 06. Mata kuliah : A0384 - Perpajakan Tahun : 2009. PAJAK PENGHASILAN PASAL 22. Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh:
E N D
Pajak PenghasilanPertemuan 05 - 06 Mata kuliah : A0384 - Perpajakan Tahun : 2009
PAJAK PENGHASILAN PASAL 22 • Pengertian Pajak Penghasilan Pasal 22 adalah PPh yang dipungut oleh: • Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, instansi atau lembaga pemerintah dan lembaga-lembaga negara lainnya, berkenaan dengan pembayaran atas penyerahan barang • Badan-badan tertentu, baik badan pemerintah maupun swasta berkenaan dengan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha di bidang lain
Pemungut PPh Pasal 22 • Bank Devisa dan Dirjen Bea dan Cukai, atas impor barang • Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, yang melakukan pembayaran atas pembelian barang dari belanja negara dan/atau belanja daerah • Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, industri rokok, industri kertas, industri baja dan industri otomotif, yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri • Pertamina dan badan usaha selain Pertamina yang bergerak di bidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, atas penjualan hasil produksinya kepada penyalur dan/atau agennya. • Badan Urusan Logistik (Bulog), atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu.
Pemungut PPh Pasal 22 • BesarnyaPungutan PPH Pasal 22 • AtasImpor : • Yang menggunakanAngkaPengenalImpor (API), sebesar 2,5% darinilaiimpor : • Yang tidakmenggunakan API, sebesar 7,5% darinilaiimpor • Yang tidakdikuasai, sebesar 7,5% darihargajuallelang (Catatan:NilaiImporadalahnilaiberupauang yang menjadidasarperhitunganbeamasukyaitu Cost Insurance and Freight (CIF) ditambahdenganbeamasukdanpungutanlainnya yang dikenakanberasarkanketentuanperaturanperundang-undanganpabeandibidangimpor)
Pemungut PPh Pasal 22 • Atas pembelian barang yang dibiayai dengan APBN/APBD sebesar 1,5% dari harga pembelian • Atas penjualan hasil produksi yang dilakukan oleh badan usaha yang bergerak di bidang: • Industri semen sebesar 0,25%dari dasar pengenaan pajak (DPP) Pajak Pertambahan Nilai (PPN) • Industri rokok kretek/putih sebesar 0,1% dari harga bandrol, dan bersifat final • Industri kertas sebesar 0,1% dari DPP PPN • Industri baja sebesar 0,3% dari DPP PPN • Industri otomotif sebesar 0,45% dari DPP PPN * Yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak, atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri
Pemungut PPh Pasal 22 Premix untuk SPBU Swastanisasi sebesar 0,3% dari penjualan dan untuk SPBU Pertamina sebesar 0,25% dari penjualan • Minyak tanah sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 912,-/KL • Gas LPG sebesar 0,3% dari penjualan atau Rp. 2.250/Kl • Pelumas sebesar 0,3% dari penjualan * Catatan : PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksi Pertamina dan badan lain yang bergerak dibidang bahan bakar minyak jenis premix dan gas, bersifat final
Pemungut PPh Pasal 22 • Atas penyerahan barang yang dilakukan oleh Bulog berupa: • Gula Pasir kepada: • Penyalur sebesar Rp. 380,-/kuintal • Grosir sebesar Rp. 270,-/kuintal • Pembeli lainnya sebesar Rp. 650,-/kuintal • Tepung Terigu kepada: • Penyalur sebesar Rp. 53,-/zak • Grosir sebesar Rp. 38,-/zak • Pembeli lainnya sebesar Rp. 91,-/zak Catatan: PPh pasal 22 atas penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog Bersifat Final
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 • Impor barang-barang dan/atau penyerahan barang yang bersifat final berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan tidak terutang PPh. Pengecualian tersebut harus dinyatakan dengan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang diterbitkan oleh Dirjen Pajak • Impor barang-barang yang dibebaskan dari bea masuk: • Yang dilakukan ke dalam kawasan berikat dan Entrepot Produksi untuk Tujuan Ekspor(EPTE) • Sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 dan pasal 7 PP Nomor 6 tahun 1969 tentang Pembebanan atas Impor sebagaimana diubah dan ditambah terakhir dengan PP Nomor 26 tahun 1988 Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 2 tahun 1973 • Berupa kiriman hadiah • Untuk tujuan keilmuan
Pengecualian Pemungutan PPh Pasal 22 • Pembayaran atas penyerahan barang yang dibebankan kepada belanja negara/daerah yang meliputi jumlah kurang dari Rp. 500.000,- (bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah) • Pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air minum/PDAM, benda-benda pos, dan telepon
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 • Atas Impor • Impor dilengkapi dengan LKP (PPh pasal 22 disetor oleh importir ke Bank Devisa dengan menggunakan formulir SSP yang berlaku sebagai bukti pungutan pajak) • Impor tidak dilengkapi LKP (PPh pasal 22 dipungut dan disetor oleh Dirjen Bea dan Cukai) • Dirjen Bea dan Cukai wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh pasal 22 dalam rangkap 3 yaitu : 1. lembar pertama untuk pembeli 2. lembar kedua untuk disampaikan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiran laporan bulanan 3. lembar ke tiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 • Dirjen Bea dan Cukai harus menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 atas impor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan ke Kantor Pos dan Giro atau Bank-Bank Persepsi, dan harus melaporkan hasil pemungutannya tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak secara mingguan selambat-lambatnya tujuh hari setelah batas waktu penyetoran pajak terakhir • Dirjen Anggaran, Bendaharawan Pemerintah Pusat/Daerah, BUMN/D, harus memungut dan menyetorkan pemungutan PPh Pasal 22 ke Kantor Pos dan Giro atau Bank Persepsi, pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran, dengan menggunakan formulir SSP yang telah diisi oleh dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan. SSP berlaku sebagai bukti pungutan pajak. Pelaporan harus disampaikan selambat-lambatnya empat belas hari setelah Masa Pajak berakhir
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 • Badan usaha yang bergerak di bidang industri semen, rokok, kertas, baja dan otomotif yang ditunjuk oleh Kepala KPP harus memungut PPh pasal 22 atas penjualan hasil produksinya di dalam negeri dan wajib menerbitkan Bukti Pemungutan PPh Pasal 22 dalam rangkap tiga, yaitu: • Lembar pertama untuk pembeli • Lembar kedua untuk disampaikan kepada Dirjen Pajak sebagai lampiran bulanan • Lembar ketiga untuk arsip Pemungut Pajak yang bersangkutan • Badan usaha tersebut harus menyetor secara kolektif pemungutan PPh Pasal 22 selambat-lambatnya tanggal lima belas bulan takwim setelah Masa Pajak berakhir. Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir
Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 22 • PPh Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya, dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha selain Pertamina dan dari penyerahan gula pasir dan tepung terigu oleh Bulog, dipungut dengan cara dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos dan Giro sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus, dengan menggunakan SSP yang juga merupakan bukti pungutan pajak. • Pelaporan dilakukan dengan cara menyampaikan SPT Masa selambat-lambatnya dua puluh hari setelah Masa Pajak berakhir
PPh PASAL 23 • PPH pasal 23 mengatur tentang tentang pemotongan pajak atas penghasilan yang diterima atau diperoleh WP dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 21.
PEMOTONG PPh 23 • Pemotong PPh 23 adalah pihak-pihak yang membayar penghasilan yang terdiri atas: • Badan pemerintah • Subjek pajak badan dalam negeri • Penyelenggara kegiatan • BUT • Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya • Orang pribadi sebagai WP dalam negeri yang telah mendapat penunjukkan dari DIRJEN pajak yaitu : • Akuntan, arsitek, dokter, PPAT • Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan
OBJEK PEMOTONGAN PPh 23 • Deviden • Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang • Royalti • Hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotongan PPh 21 • Bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi (yang jumlahnya melebihi Rp 240.000) • Dasar pemotongan Objek 1-5 yaitu 15% dari jumlah penghasilan bruto • Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa kontruksi, jasa konsultan dan jasa lain selain yang telah dipotong pajak sebagaimanan dimaksud dalam pasal 21 • Sewa dan penghasilan lain sehubungann dengan penggunaan harta • Dasar pemotongan objek 6 dan 7 yaitu 15% dari perkiraan penghasilan netto
PENGECUALIAN OBJEK PEMOTONGAN PPh 23 • Penghasilan yang dibayar atau terhutang kepada bank • Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi • Deviden atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai WP dalam negero, koperasi, yayasan atau organisasi yang sejenis, BUMN atau BUMD dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia • Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana • Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia dengan syarat badan pasangan usaha tersebut: • merupakan perusahaan kecil, menengah atau yang menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang ditetapkan Menkeu • Sahamnya tidak diperdagangkan di BEJ
PENGECUALIAN OBJEK PEMOTONGAN PPh 23 • Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya • Bunga simpanan yang tidak melebihi batas yang ditetapkan oleh Menkeu yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya.
Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Atas Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Dan Jasa Lain
Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Atas Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Dan Jasa Lain
Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Atas Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Dan Jasa Lain
Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Atas Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Dan Jasa Lain
Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Atas Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Dan Jasa Lain
Jenis Jasa Lain Dan Perkiraan Penghasilan Neto Atas Jasa Teknik, Jasa Manajemen, Dan Jasa Lain
Perkiraan Penghasilan Neto Atas Penghasilan Sewa (Kecuali Persewaan Tanah/Bangunan) Dan Penggunaan Harta
PAJAK PENGHASILAN PASAL 24 Pengertian : PPh pasal 24 mengatur tentang perhitungan besarnya pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang dapat dikreditkan terhadap pajak penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan Wajib Pajak dalam negeri Pengkreditan pajak luar negeri dilakukan dalam tahun digabungkannya penghasilan dari luar negeri dengan penghasilan di Indonesia. Indonesia menganut Tax credit yang ordinary credit method dengan menerapkan per country limitation
Penggabungan Penghasilan Penggabungan Penghasilan yg berasal dari LN dilakukan sbb: • Penggabungan penghasilan dari usaha dilakukan dalam tahun pajak diperolehnya penghasilan tersebut (accrual basis) • Penggabungan penghasilan lainnya dilakukan dalam tahun pajak diterimanya penghasilan tersebut (cash basis) • Penggabungan penghasilan yang berupa dividen (pasal 18 ayat 2 UU PPh) dilakukan dalam tahun pajak pada saat perolehan dividen tersebut di tetapkan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan
Batas Maksimum Kredit PajakBatas Maksimum Kredit Pajak diambil yang terendah dari 3 unsur/perhitungan berikut ini : • Jumlah Pajak yang terutang atau dibayardi Luar Negeri • ( Penghasilan Luar Negeri : Seluruh Penghasilan Kena Pajak ) x PPh atas seluruh yang dikenakan tarif pasal 17 • Jumlah pajak yang terutang untuk seluruh penghasilan kena pajak (dalam hal penghasilan kena pajak adalah lebih kecil daripada penghasilan luar negeri)
Batas Maksimum Kredit Pajak untuk setiap Negara (per Country Limitation) Apabila penghasilan luar negeri berasal dari beberapa negara, maka perhitungan batas maksimum kredit pajak dilakukan untuk masing-masing negara
Rugi Usaha di Luar Negeri • Dalam menghitung penghasilan kena pajak, kerugian yang diderita oleh Wajib Pajak di luar Negeri tidak boleh dikompensasikan dengan penghasilan yang diterima di dalam negeri ( Indonesia)
Cara Melaksanakan Kredit Pajak Luar NegeriUntuk melaksanakan pengkreditan pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri, Wajib Pajak wajib menyampaikan permohonan kepada Dirjen Pajak dengan melampirkan : • Laporan Keuangan dari penghasilan di luar negeri • Fotocopi Surat Pemberitahuan Pajak yang disampaikan di luar negeri • Dokumen pembayaran pajak di luar negeri Penyampaian permohonan kredit pajak yang terutang atau dibayar di luar negeri tersebut dilakukan bersamaan dengan penyampaian SPT Tahunan PPh.
Pajak Penghasilan Pasal 25 Undang Undang Pajak Penghasilan Pasal 25 mengatur tentang penghitungan besarnya angsuran bulanan yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak dalam tahun berjalan Pembayaran Pajak dalam tahun berjalan dapat dilakukan dengan : 1. Wajib Pajak membayar sendiri ( PPh pasal 25) 2. Melalui pemotongan /pemungutan oleh pihak ketiga (PPh pasal 21,22,23,dan 24)
Cara Menghitung Besarnya PPh pasal 25Besarnya angsuran pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar oleh WP untuk setiap bulan adalah sebesar Pajak Penghasilan yang terutang menurut Surat Pemberitahuan Pajak Tahunan Pajak Penghasilan tahun pajak yang lalu dikurangi dengan: • Pajak Penghasilan yang dipotong sebagaimana dimaksud dalam pasal 21 dan pasal 23 serta Pajak Penghasilan yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam pasal 22 • Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri yang boleh dikreditkan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 24 • Setelah dilakukan pengurangan kemudian dibagi 12 (duabelas) atau banyaknya bulan dalam bagian tahun pajak
Hal-hal Tertentu Untuk Penghitungan Besarnya Angsuran PPh Pasal 25 Dirjen Pajak diberi wewenang untuk menyesuaikan besarnya angsuran pajak yang harus dibayar sendiri oleh WP dalam tahun berjalan, apabila :- Wajib Pajak berhak atas kompensasi kerugian- Wajib Pajak memperoleh penghasilan tidak teratur- SPT Tahunan PPh tahun yang lalu disampaikan setelah lewat batas waktu yang ditentukan- Wajib Pajak diberikan perpanjangan jangka waktu penyampaian SPT Tahunan PPh- Wajib Pajak membetulkan sendiri SPT Tahunan PPh yang mengakibatkan angsuran bulanan lebih besar dari angsuran bulanan sebelum pembetulan- Terjadi perubahan keadaan usaha atau kegiatan Wajib Pajak
Beberapa Masalah/Kasus untuk Menghitung Besarnya PPh Pasal25 Angsuran bulanan untuk bulan sebelum batas waktu penyampaian SPT Tahunan PPh adalah sebesar angsuran pajak untuk bulan terakhir dari tahun pajak yang lalu Apabila dalam tahun pajak berjalan diterbitkan Surat Ketetapan Pajak untuk tahun pajak yang lalu maka angsuran pajak dihitung kembali berdasarkan Surat Ketetapan Pajak tersebut dan berlaku mulai bulan berikutnya setelah bulan penerbitan Surat Ketetapan Pajak
Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Baru,Bank,BUMN,BUMD, dan WP Tertentu lainnya Berdasarkan UU PPh pasal 25 ayat (7) perhitungan PPh pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh MenKeu. • Sesuai dengan SeKep MenKeu No. 522/KMK/04/2000 dan diubah menjadi SeKep MenKeu no. 84/ KMK/03/2002 besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan untuk WP baru dihitung sebesar jumlah pajak yang diperoleh dari penerapan tarif umum atas penghasilan neto sebulan yang disetahunkan, dibagi 12 (duabelas) • Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau finansial lease dengan hak opsi adalah sebesar jumlah pajak penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dikurangi PPh pasal 24 yang dibayar atau terutang diluar negeri untuk tahun pajak yang lalu dibagi 12 • Angsuran PPh pasal 25 setiap bulan bagi WP bank atau finansial lease dengan hak opsi yang merupakan WP barumaka besarnya angsuran PPh pasal 25 untuk triwulan pertama adalah jumlah pajak yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas perkiraan laba rugi fiskal triwulan pertama yang disetahunkan , dibagi 12
Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Baru,Bank,BUMN,BUMD, dan WP Tertentu lainnya Berdasarkan UU PPh pasal 25 ayat (7) perhitungan PPh pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh MenKeu. • Besarnya angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 bagi Wajib Pajak Pengusaha Tertentu ditetapkan sebesar 2% dari jumlah peredaran bruto setiap bulan • Wajib Pajak Orang Pribadi Pengusaha Tertentu adalah Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha di bidang perdagangan grosir dan atau eceran barang-barang konsumsi melali tempat usaha/gerai (outlet) yang tersebar di beberapa lokasi, tidak termasuk kendaraan bermotor dan restoran. • Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi BUMN/D dengan nama dalam bentuk apapun kecuali Wajib Pajak Bank dan Wajib Pajak Sewa Guna Usaha dengan hak opsi, adalah sebesar Pajak Penghasilan yang dihitung berdasarkan penerapan tarif umum atas laba rugi fiskal menurut Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan oleh Rapat Umum Pemegang saham (RUPS) dikurangi dengan pemotongan dan pemungutan PPh Pasal 25 dan Pasal 24 yang dibayar atau terutang di luar negeri pada tahun pajak yang lalu, dibagi 12 (duabelas)
Angsuran PPh Pasal 25 bagi WP Baru,Bank,BUMN,BUMD, dan WP Tertentu lainnya Berdasarkan UU PPh pasal 25 ayat (7) perhitungan PPh pasal 25 bagi WP Baru, Bank, BUMN, BUMD dan WP tertentu lainnya ditetapkan oleh MenKeu. • Apabila RKAP belum disahkan, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan adalah sama dengan angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya • Apabila ada sisa kerugian yang masih dapat dikompensasikan, maka dasar penghitungan PPh Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan yang terutang atas PKP yang dihitung dari penghasilan neto menurut RKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa kerugian yang belum dikompensasikan tersebut
PPh PASAL 26 • PPh 26 mengatur tentang pemotongan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia yang diterima atau diperoleh WP luar negeri (baik orang pribadi maupun badan) selain BUT
PEMOTONG PPh 26 Pemotong PPh 26 dilakukan oleh : 1. Badan pemerintah 2. Subjek pajak badan dalam negeri 3. Penyelenggara kegiatan 4. BUT 5. Perwakilan perusahaan luar negeri lainnya t
OBJEK PAJAK PPh 26 1. Deviden 2. Bunga, termasuk premium, diskonto dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang 3. Royalti, sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta 4. Imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan dan kegiatan 5. Hadiah dan penghargaan 6. Pensiun dan pembayaran berkala lainnya • Dasar pemotongan Objek 1-5 yaitu 20% dari jumlah penghasilan bruto • PPh 26 = Penghasilan Bruto x 20% 7. Penghasilan dari penjualan harta di Indonesia 8. Premi asuransi termasuk premi reasuransi • Dasar pemotongan Objek 7 dan 8 yaitu 20% dari perkiraan penghasilan netto • PPh 26 = (Penghasilan Bruto x Perkiraan penghasilan neto) x 20% 9. PKP sesudah dikurangi PPh suatu BUT, kecuali penghasilan tersebut ditanamkan kembali di Indonesia • PPh 26 = (PKP – PPh terutang) x 20%