260 likes | 714 Views
ASURANSI. Diberikan Pada Mata Kuliah BLKL Universitas Serang Raya Fakultas Ekonomi. Pengertian Asuransi. Menurut Undang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 :
E N D
ASURANSI DiberikanPada Mata Kuliah BLKL UniversitasSerang Raya FakultasEkonomi
Pengertian Asuransi MenurutUndang-Undang No.2 Tahun 1992 Pasal 1 : “Asuransiataupertanggunganadalahperjanjianantaraduapihakataulebih, denganmanapihakPenanggungmengikatkandirikepadatertanggung, denganmenerimapremiasuransi, untukmemberikanpenggantiankepadatertanggungkarenakerugian, kerusakanataukehilangankeuntungan yang diharapkan, atautanggungjawabhukumkepadapihakketiga yang mungkinakandideritatertanggung yang timbuldarisuatuperistiwa yang tidakpasti, atauuntukmemberikansuatupembayaran yang didasarkanatasmeninggalatauhidupnyaseseorang yang dipertanggungkan”. Asuransisecaraumumartinyatransaksipertanggungan, yang melibatkanduapihak, tertanggungdanpenanggung. Dimanapenanggungmenjaminpihaktertanggung, bahwaiaakanmendapatkanpenggantianterhadapsuatukerugian yang mungkinakandideritanya, sebagaiakibatdarisuatuperistiwa yang semulabelumtentuakanterjadiatau yang semulabelumdapatditentukansaat / kapanterjadinya. Sebagaikontraprestasinyasitertanggungdiwajibkanmembayarsejumlahuangkepadasipenanggung, yang besarnyasekianprosendarinilaipertanggungan, yang biasadisebut "premi".
Asuransi Menurut Para Ahli : • Definisi asuransi menurut Pasal 246 Kitab Undang-undang Hukum Dagang (KUHD) Republik Indonesia : "Asuransi atau pertanggungan adalah suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung mengikatkan diri pada tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tertentu". • Definisi asuransi menurut Prof. Mehr dan Cammack : "Asuransi merupakan suatu alat untuk mengurangi resiko keuangan, dengan cara pengumpulan unit-unit exposure dalam jumlah yang memadai, untuk membuat agar kerugian individu dapat diperkirakan. Kemudian kerugian yang dapat diramalkan itu dipikul merata oleh mereka yang tergabung". • Definisi asuransi menurut C.Arthur William Jr dan Richard M. Heins, yang mendefinisikan asuransi berdasarkan dua sudut pandang, yaitu: • "Asuransi adalah suatu pengaman terhadap kerugian finansial yang dilakukan oleh seorang penanggung". • "Asuransi adalah suatu persetujuan dengan mana dua atau lebih orang atau badan mengumpulkan dana untuk menanggulangi kerugian finansial". • Definisi asuransi menurut Prof. Mark R. Green: "Asuransi adalah suatu lembaga ekonomi yang bertujuan mengurangi risiko, dengan jalan mengkombin asikan dalam suatu pengelolaan sejumlah obyek yang cukup besar jumlahnya, sehingga kerugian tersebut secara menyeluruh dapat diramalkan dalam batas-batas tertentu".
Sejarah asuransi dari tahun ke tahun : • Tahun 215 SM Pada tahun 215 SM Pemerintah Kerajaan Romawi didesak oleh para Supplier peliengkapan dan perbekalan tentarakerajaan untuk menerima konsep yang melindungi mereka terhadap segala risiko kerugian yang mereka derita atas barang-barang mereka yang berada di kapal sebagai akibat dari bahaya maritim seperti halnya serangah musuh dan juga badai. • Tahun 50 SM CICERO pada kira-kira tahun 50 SM memberi penjelasan tentang praktek pemberian proteksi atau jaminan terhadap keselamatan pengiriman uang dan surat-surat berharga selama dalam perjalanan. Sebagai imbalan maka pihak yang diberi proteksi memberikan semacam balasjasa berupa uang premi kepada pihak pemberi proteksi. • Tahun 50- 200SM Kaisar CLAUDIUS mengeluarkan suatu jaminan kepada Importir terhadap semua kerugian yang mereka derita akibat angin badai. Tentunya dalam hal ini dikenakan pula premi.Pada sekitar tahun 200 ini di Romawi tumbuh perkumpulan- perkumpulan yang disebut "Collegia". Para serdadu Romawi "Collegia" kegiatan sosial yang diadakan antara lain, mengumpulkan dana untuk biaya pemakaman anggotanya yang meninggal atau gugur di medan perang.Para budak belian pun membentuk Collegianya dengan maksud apabila meninggal dapat dikubur dengan layak (disebut Collegia Nititum). Demikian pula para saudara dan para aktor di Italia membentuk Collegia yang disebut "Collegia Tennorioum" dengan maksud untuk membantu para janda dan anak-anak yatim para anggotanya.
Tahun 1194-1266 Perkembanganperekonomianmanusiadaritahunketahunberjalanterusdanperiodeinidikenalsuatu "Guild System" (Sistem Gilda), yaituperkumpulandariorang-orang yang mempunyaiprofesisama, makapadawaktuituterbentuklahgildatukangkayu, gildatukangrotidansebagainya.TujuannyasamadengantujuanCollegiapadazamanRomawi, yaknimeningkatkankesejahteraanparaanggotanya. Dari data di alas dapatdikatakanbahwa "Collegia" dan "Sistem Gilda" merupakanpenemuan-penemuansosial yang memperolehpopularitasdanpengakuanmasyarakatterhadapadanyarisiko-risiko yang harusditanggulangi. Perkembanganlembaga yang miripdenganasuransitumbuh terns danakhimyapadamasapemerintahan RATU ELEANOR dariBelgia (1194 - 1266) dibentukUndang-UndangAsuransi yang tercantumdalam "ROLE'SDE OLERON"
Sejarah asuransi di indonesia Perasuransian di Indonesia dapat dibagi dalam dua kurun waktu : • zaman penjajahan sampai tahun 1942 Pada waktu pendudukan bala tentara Jepang selama kurang lebih tiga setengah tahun, hampir tidak mencatat sejarah perkembangan. Perusahaan-perusahaan asuransi yang ada di Hindia Belanda pada zaman penjajahan itu adalah : • Perusahaan-perusahaan yang didirikan oleh orang Belanda. • Perusahaan-perusahaan yang merupakan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi yang berkantor pusat di Belanda, Inggris dan di negeri lainnya. Dengan sistem monopoli yang dijalankan di Hindia Belanda, perkembangan asuransi kerugian di Hindia Belanda terbatas pada kegiatan dagang dan kepentingan bangsa Belanda, Inggris, dan bangsa Eropa lainnya. Manfaat dan peranan asuransi belum dikenal oleh masyarakat, lebih-lebih oleh masyarakat pribumi. Jenis asuransi yang telah diperkenalkan di Hindia Belanda pada waktu itu masih sangat terbatas dan sebagian besar terdiri dari asuransi kebakaran dan pengangkutan. Asuransi kendaraan bermotor masih belum memegang peran, karena jumlah kendaraan bermotor masih sangat sedikit dan hanya dimiliki oleh Bangsa Belanda dan Bangsa Asing lainnya. Pada zaman penjajahan tidak tercatat adanya perusahaan asuransi kerugian satupun. Selama terjadinya Perang Dunia II kegiatan perasuransian di Indonesia praktis terhenti, terutama karena ditutupnya pemsahaan- perusahaan asuransi milik Belanda dan Inggris.
zaman sesudah Perang Dunia II atau zaman kemerdekaan. Setelah Perang Dunia usai, perusahaan-perusahaan Belanda dan Inggris kembali beroperasi di negara yang sudah merdeka ini. Sampai tahun 1964 pasar industri asuransi di Indonesia masih dikuasai oleh Perusahaan Asing, terutama Belanda dan Inggris. Pada awal mulanya beroperasi di Indonesia mereka mendirikan sebuah badan yang disebut "Bataviasche Verzekerings Unie" (BVU) pada tahun 1946, yang melakukan kegiatan asuransi secara kolektif. Dengan demikian dari setiap penutupan, masing-masing anggota BVU memperoleh share tertentu. Cara ini dilakukan mengingat keadaan pada waktu itu belum teratur dan tenaga asuransi masih kurang sekali. Pada tahun 1950 berdiri sebuah perusahaan asuransi kerugian yang pertama, yakni NV. Maskapai Asuransi Indonesia yang kemudian pada awal 2004 sudah menjadi PT MAI PARK. Pada saat itu, sebagai perintis perusahaan asuransi kerugian nasional yang pertama, maka perusahaan ini harus bersaing dengan perusahaan asuransi asing yang unggul baik dalam faktor permodalan maupun pengetahuan teknis. Dengan berdirinya perusahaan asuransi kerugian nasional tersebut, keberanian pengusaha nasional dipacu untuk mendirikan perusahaan-perusahaan asuransi kerugian. Keberanian ini didukung pula oleh Peraturan Pemerintah bahwa semua barang impor hams diasuransikan di Indonesia. Pengaturan ini dimaksudkan untuk menanggulangi pemakaian devisa untuk membayar premi asuransi di luar negeri.
Pada tahun 1953 berdiri pula perusahaan swasta nasional yang bergerak dalam bidang reasuransi Belanda dan Inggris di Indonesia, pemakaian devisa untuk membayar premi reasuransi ke luar negeri juga masih tetap besar. Untuk menanggulangi hal ini, didirikanlah pada tahun 1954 sebuah perusahaan reasuransi profesional, yakni "PT. REASURANSI .UMUM INDONESIA" yang mendapat dukungan dari bank-bank pemerintah.Lembaga yang tersebut terakhir ini mengeluarkan peraturan-peraturan yang mengikat untuk perusahaan-perusahaan asuransi asing untuk menggunakanjasa perusahaan reasuransi nasional. Langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam hal ini memberikan hasil yang diharapkan. Kegiatan PT. Reasuransi Umum Indonesia pada tahun 1963 diperluas dengan kegiatan reasuransi jiwa.Pada saat PT. Reasuransi Umum Indonesia didirikan, banyak perusahaan-perusahaan asuransi kerugian nasional bermunculan, tetapi perkembangannya masih terhambat oleh persaingan yang berat dari perusahaan-perusahaan asuransi swasta asing.Pada waktu perjuangan mengembaiikan Irian Barat ke pangkuan Republik Indonesia, pemerintah melakukan nasionalisasi perusahaan milik Belanda. Perusahaan-perusahaan Inggris dinasionalisasi dalam peristiwa konfrontasi.
Fungsi Asuransi : • Transfer Resiko Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi 2. Kumpulan Dana Premi yang diterima kemudian dihimpun oleh perusahaan asuransi sebagai dana untuk membayar resiko yang terjadi. Macam-macam resiko : Risiko dapat dibedakan dengan berbagai macam cara, antara lain : • Resiko Murni (risiko yang tidak disengaja), adalah risiko yang apabila terjadi tentu menimbulkan kerugian dan terjadinya tanpa disegaja.Contoh : risiko terjadinya kebakaran, bencana alam, pencurian, dsb. • Resiko Spekulatif (risiko disengaja), adalah resiko yang sengaja ditimbullkan oleh yang bersangkutan, agar terjadinya ketidakpastian memberikan keuntungan kepadanya.Contoh : resiko produksi, resiko moneter (kurs valuta asing). • Resiko Fundamental, adalah risko yang penyebabnya tidak dapat dilimpahkan kepada seseorang dan yang menderita tidak hanya satu atau beberapa orang saja, tetapi banyak orang.Contoh : risiko terjadinya kebakaran, bencana alam, resiko perang, polusi udara.dsb. • Resiko Khusus, adalah risiko yang bersumber pada peristiwa yang mandiri dan umumnya mudah diketahui penyebabnya, seperti kapal kandas, pesawat jatuh, tabrakan mobil dan sebagainya.
Resiko Dinamis, adalah risiko yang timbul karena perkembangan dan kemajuan (dinamika) masyarakat di bidang ekonomi, ilmu dan teknologi, seperti risiko keusangan, risiko penerbangan luar angkasa. Kebalikannya disebut,Resiko Statis, seperti risiko hari tua, risiko kematian dan sebagainya. Menurut sumber / penyebab timbulnya, risiko dapat dibedakan kedalam : • Resiko Intern, yaitu risiko yang berasal dari dalam, : kebakaran yang berasal dari rumah si tertanggung sendiri. • Resiko ekstern, yaitu risiko yang berasal dari luar , seperti risiko kebakaran dari rembetan rumah yang bersebelahan, bencana alam, pencurian, perampokan dan sebagainya.
Manfaat asuransi secara umum adalah : • Memberikan jaminan perlindungan dari risiko-risiko kerugian yang diderita satu pihak. • Meningkatkan efisiensi, karena tidak perlu secara khusus mengadakan pengamanan dan pengawasan untuk memberikan perlindungan yang memakan banyak tenaga, waktu dan biaya. • Transfer Resiko; Dengan membayar premi yang relatif kecil, seseorang atau perusahaan dapat memindahkan ketidakpastian atas hidup dan harta bendanya (resiko) ke perusahaan asuransi • Pemerataan biaya, yaitu cukup hanya dengan mengeluarkan biaya yang jumlahnya tertentu dan tidak perlu mengganti/membayar sendiri kerugian yang timbul yang jumlahnya tidak tentu dan tidak pasti. • Dasar bagi pihak bank untuk memberikan kredit karena bank memerlukan jaminan perlindungan atas agunan yang diberikan oleh peminjam uang. • Sebagai tabungan, karena jumlah yang dibayar kepada pihak asuransi akan dikembalikan dalam jumlah yang lebih besar. Hal ini khusus berlaku untuk asuransi jiwa. • Menutup Loss of Earning Power seseorang atau badan usaha
Secara garis besar, asuransi terdiri dari tiga kategori, yaitu : • Asuransi Kerugian • Asuransi Jiwa • Asuransi Sosial Prinsip pokok asuransi yaitu: • Prinsip Itikad Baik (Utmost Good Faith ) • Prinsip Kepentingan yang dapat di Asuransikan (Insurable Interest) • Prinsip Ganti Rugi (Indemnity) • Prinsip Perwalian (Subrogation) • Prinsip Kontribusi (Contribution) • Prinsip Sebab Akibat (Proximate Cause)
ASURANSI SYARIAH Secara etimologi [bahasa] syariah bermakna jalan yang lurus. Sedangkan secara terminologi [definisi], syariah adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antara manusia dengan pencipta [Allah SWT], serta hubungan antara manusia dengan manusia. Syariah mencakup seluruh aktivitas yang dilakukan oleh seorang muslim dengan aturan-aturan halan dan haram, serta perilaku baik dan buruk. Panduan dalam pengalaman syariah mengacu pada Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabi Muhammad SAW. Sejarah Asuransi Syariah Awal terbentuknya sejak tahun 1979 ketika sebuah perusahaan asuransi jiwa di Sudan, yaitu Sudanese Islamic Insurance pertama kali memperkenalkan asuransi syariah. Kemudian di tahun yang sama sebuah perusahaan asuransi jiwa di Uni Emirat Arab juga memperkenalkan asuransi syariah di wilayah Arab. Tahun 1981, Dar Al-Maal Al-Islami, sebuah perusahaan asuransi jiwa asal Swiss, memperkenalkan asuransi syariah di Jenewa. Diiringi oleh penerbitan asuransi syariah kedua di Eropa yang diperkenalkan oleh Islamic Takafol Company [ITC] di Luksemburg pada tahun 1983. Di Asia sendiri, asuransi syariah pertama kali dikenalkan di Malaysia pada tahun 1985 melalui sebuah perusahaan asuransi jiwa bernama Takaful Malaysia.
Pengertian Asuransi Syariah Berdasarkan Dewan Syariah Nasional [DNS] dan Majelis Ulama Indonesia [MUI], Asuransi Syariah adalah sebuah lembaga usaha yang saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan/atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad yang sesuai dengan syariah. Dalam hal ini peserta mendonasikan sebagian atau seluruh kontribusi/premi yang mereka bayar untuk digunakan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Jadi, jika dalam asuransi konvensional terjadi transfer of risk [memindahkan risiko] dari peserta ke perusahaan, dalam asuransi syariah mekanisme pertanggungannya adalah sharing of risk atau saling menanggung risiko; di mana perusahaan HANYA sebagai pemegang amanah dalam mengelola dan menginvestasikan dana dari kontribusi peserta, BUKAN sebagai penanggung. Azas dan Prinsip Asuransi Syariah Asuransi syariah berazaskan Azas Jaminan Bersama, dan memiliki prinsip Tanggung Jawab Bersama, Saling Membantu dan Bekerjasama, serta Perlindungan Bersama.
Kontrak dalam Islam • Wa’ad yaitu perjanjian antara satu pihak kepada pihak lain. Pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban kepeda pemberi janji, dan bila terjadi pengingkaran terhadap janji tersebut, pemberi janji tidak dikenakan sanksi selain sanksi moral. • Akad merupakan kontrak atau perjanjian yang dibuat 2 belah pihak yang saling mengikat di antara keduanya untuk bersepakat tentang suatu hal. Syarat dan ketentuan harus dijelaskan secara terperinci oleh kedua pihak. Jika ada pelanggaran kontrak, maka pihak yang melanggar akan dikenakan sanksi sesuai dengan kesepakatan dalam kontrak tersebut. Akad inilah yang nantinya banyak digunakan dalam asuransi syariah. Ada 2 bentuk akad : • Akad Tabarru’ yaitu semua bentuk kontrak/akad yang dilakukan dengan tujuan kebaikan dan tolong menolong, dan bukan semata untuk tujuan mencari keuntungan. Dalam asuransi syariah, akad ini terdapat pada dana tabarru’ di mana dana ini bersifat saling menguntungkan kedua pihak dan TIDAK digunakan untuk transaksi-transaksi yang bersifat komersial.Contoh: transaksi pinjam meminjam, pendelegasian, dan pemberian sesuatu. • Akad Tijarah yaitu akad yang bertujuan komersial. Akad ini digunakan oleh peserta asuransi syariah dengan pihak perusahaan asuransi. Skema Akad Tijarah terbagi menjadi 2, yakni: Kontrak yang Pasti [KP] dan Kontrak yang Tidak Pasti [KTP]. Bila telah ditentukan secara pasti [misal profit], tidak bisa diubah menjadi KTP. Hal ini mengandung unsur Gharar atau ketidakpastian. Sebaliknya, jika tidak disebutkan secara pasti [misal profit] makaalam konsep syariah.
Perbedaan Asuransi Syariah dengan Konvensional Konsep dasar asuransi syariah adalah tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan (al birri wat taqwa). Konsep tersebut sebagai landasan yang diter tidak boleh diubah menjadi KP, karena hal ini mengandung unsur Riba’. Kedua unsur ini dilarang dapkan dalam setiap perjanjian transaksi bisnis dalam wujud tolong menolong (akad takafuli) yang menjadikan semua peserta sebagai keluarga besar yang saling menanggung satu sama lain di dalam menghadapi resiko, yang kita kenal sebagai sharing of risk. Dalam asuransi konvensional, asuransi merupakan transfer of risk yaitu pemindahan risiko dari peserta/tertanggung ke perusahaan/penanggung sehingga terjadi pula transfer of fund yaitu pemindahan dana dari tertanggung kepada penanggung. Sebagai konsekwensi maka kepemilikan dana pun berpindah, dana peserta menjadi milik perusahaan ausransi.
Beberapa perbedaan asuransi syariah dengan asuransi konvensional, di antaranya adalah sebagai berikut : • Akad (Perjanjian) Setiap perjanjian transaksi bisnis di antara pihak-pihak yang melakukannya harus jelas secara hukum ataupun non-hukum untuk mempermudah jalannya kegiatan bisnis tersebut saat ini dan masa mendatang. Akad dalam praktek muamalah menjadi dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu kegiatan transaksi secara syariah. Hal tersebut menjadi sangat menentukan di dalam praktek asuransi syariah. Akad antara perusahaan dengan peserta harus jelas, menggunakan akad jual beli (tadabuli) atau tolong menolong (takaful). Akad pada asuransi konvensional didasarkan pada akad tadabuli atau perjanjian jual beli. Syarat sahnya suatu perjanjian jual beli didasarkan atas adanya penjual, pembeli, harga, dan barang yang diperjual-belikan. Sementara itu di dalam perjanjian yang diterapkan dalam asuransi konvensional hanya memenuhi persyaratan adanya penjual, pembeli dan barang yang diperjual-belikan. Sedangkan untuk harga tidak dapat dijelaskan secara kuantitas, berapa besar premi yang harus dibayarkan oleh peserta asuransi utnuk mendapatkan sejumlah uang pertanggungan. Karena hanya Allah yang tahu kapan kita meninggal. Perusahaan akan membayarkan uang pertanggunggan sesuai dengan perjanjian, akan tetapi jumlah premi yang akan disetorkan oleh peserta tidak jelas tergantung usia. Jika peserta dipanjangkan usia maka perusahaan akan untung namun apabila peserta baru sekali membayar ditakdirkan meninggal maka perusahaan akan rugi. Dengan demikian menurut pandangan syariah terjadi cacat karena ketidakjelasan (gharar) dalam hal berapa besar yang akan dibayarkan oleh pemegang polis (pada produk saving) atau berapa besar yang akan diterima pemegang polis (pada produk non-saving).
Gharar (Ketidakjelasan) Definisi gharar menurut Madzhab Syafii adalah apa-apa yang akibatnya tersembunyi dalam pandangan kita dan akibat yang paling kita takuti. Gharar/ketidakjelasan itu terjadi pada asuransi konvensional, dikarenakan tidak adanya batas waktu pembayaran premi yang didasarkan atas usia tertanggung, sementara kita sepakat bahwa usia seseorang berada di tangan Yang Mahakuasa. Jika baru sekali seorang tertanggung membayar premi ditakdirkan meninggal, perusahaan akan rugi sementara pihak tertanggung merasa untung secara materi. Jika tertanggung dipanjangkan usianya, perusahaan akan untung dan tertanggung merasa rugi secara financial. Dengan kata lain kedua belah pihak tidak mengetahui seberapa lama masing-masing pihak menjalankan transaksi tersebut. Ketidakjelasan jangka waktu pembayaran dan jumlah pembayaran mengakibatkan ketidaklengkapan suatu rukun akad, yang kita kenal sebagai gharar. Para ulama berpendapat bahwa perjanjian jual beli/akad tadabuli tersebut cacat secara hukum. Pada asuransi syariah akad tadabuli diganti dengan akad takafuli, yaitu suatu niat tolong-menolong sesama peserta apabila ada yang ditakdirkan mendapat musibah. Mekanisme ini oleh para ulama dianggap paling selamat, karena kita menghindari larangan Allah dalam praktik muamalah yang gharar. Pada akad asuransi konvensional dana peserta menjadi milik perusahaan asuransi (transfer of fund). Sedangkan dalam asuransi syariah, dana yang terkumpul adalah milik peserta (shahibul mal) dan perusahaan asuransi syariah (mudharib) tidak bisa mengklaim menjadi milik perusahaan.
Tabard dan Tabungan Tabarru berasal dari kata tabarraa-yatabarra-tabarrawan, yang artinya sumbangan atau derma. Orang yang menyumbang disebut mutabarri (dermawan). Niat bertabbaru bermaksud memberikan dana kebajikan secara ikhlas untuk tujuan saling membantu satu sama lain sesama peserta asuransi syariah, ketika di antaranya ada yang mendapat musibah. Oleh karena itu dana tabarru disimpan dalam rekening khusus. Apabila ada yang tertimpa musibah, dana klaim yang diberikan adalah dari rekening tabarru yang sudah diniatkan oleh sesama peserta untuk saling menolong. Untuk produk asuransi jiwa syariah yang mengandung unsur saving maka dana yang dititipkan oleh peserta (premi) selain terdiri dari unsur dana tabarru terdapat pula unsur dana tabungan yang digunakan sebagai dana investasi oleh perusahaan. Sementara investasi pada asuransi kerugian syariah menggunakan dana tabarru karena tidak ada unsur saving. Hasil dari investasi akan dibagikan kepada peserta sesuai dengan akad awal. Jika peserta mengundurkan diri maka dana tabungan beserta hasilnya akan dikembalikan kepada peserta secara penuh.
Maisir (Judi) Prof. Mustafa Ahmad Zarqa berkata bahwa dalam asuransi konvensional terdapat unsur gharar yang pada gilirannya menimbulkan qimar. Sedangkan al qimar sama dengan al maisir. Muhammad Fadli Yusuf menjelaskan unsur maisir dalam asuransi konvensional karena adanya unsur gharar, terutama dalam kasus asuransi jiwa. Apabila pemegang polis asuransi jiwa meninggal dunia sebelum periode akhir polis asuransinya dan telah membayar preminya sebagian, maka ahliwaris akan menerima sejumlah uang tertentu. Pemegang polistidak mengetahui dari mana dan bagaimana cara perusahaan asuransi konvensional membayarkan uang pertanggungannya. Hal ini dipandang karena keuntungan yang diperoleh berasal dari keberanian mengambil risiko oleh perusahaan yang bersangkutan. Muhammad Fadli Yusuf mengatakan, tetapi apabila pemegang polis mengambil asuransi itu tidak dapat disebut judi. Yang boleh disebut judi jika perusahaan asuransi mengandalkan banyak/sedikitnya klaim yang dibayar. Sebab keuntungan perusahaan asuransi sangat dipengaruhi oleh banyak /sedikitnya klaim yang dibayarkannya.
Riba Dalam hal riba, semua asuransi konvensional menginvestasikan dananya dengan bunga, yang berarti selalu melibatkan diri dalam riba. Hal demikian juga dilakukan saat perhitungan kepada peserta, dilakukan dengan menghitung keuntungan di depan. Investasi asuransi konvensional mengacu pada peraturan pemerintah yaitu investasi wajib dilakukan pada jenis investasi yang aman dan menguntungkan serta memiliki likuiditas yang sesuai dengan kewajiban yang harus dipenuhi. Begitu pula dengan Keputusan Menteri Keuangan No. 424/KMK.6/2003 Tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi. Semua jenis investasi yang diatur dalam peraturan pemerintah dan KMK dilakukan berdasarkan sistem bunga. Asuransi syariah menyimpan dananya di bnak yang berdasarkan syariat Islam dengan sistem mudharabah. Untuk berbagai bentuk investasi lainnya didasarkan atas petunjuk Dewan Pengawas Syariah. Allah SWT berfirman dalam surat Ali Imron ayat 130,"Hai orang-orang yang beriman janganlah kamu memakan riba yang memang riba itu bersifat berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapatkan keberuntungan." Hadist, "Rasulullah mengutuk pemakaian riba, pemberi makan riba, penulisnya dan saksinya seraya bersabda kepada mereka semua sama."(HR Muslim).
Dana Hangus Ketidakadilan yang terjadi pada asuransi konvensional ketika seorang peserta karena suatu sebab tertentu terpaksa mengundurkan diri sebelum masa reversing period. Sementara ia telah beberapa kali membayar premi atau telah membayar sejumlah uang premi. Karena kondisi tersebut maka dana yang telah dibayarkan tersebut menjadi hangus. Demikian juga pada asuransi non-saving atau asuransi kerugian jika habis masa kontrak dan tidak terjadi klaim, maka premi yang dibayarkan akan hangus dan menjadi milik perusahaan. Kebijakan dana hangus yang diterapkan oleh asuransi konvensional akan menimbulkan ketidakadilan dan merugikan peserta asuransi terutama bagi mereka yang tidak mampu melanjutkan karena suatu hal. Di satu sisi peserta tidak punya dana untuk melanjutkan, sedangkan jika ia tidak melanjutkan dana yang sudah masuk akan hangus. Kondisi ini mengakibatkan posisi yang dizalimi. Prinsip muamalah melarang kita saling menzalimi, laa dharaa wala dhirara ( tidak ada yang merugikan dan dirugikan). Asuransi syariah dalam mekanismenya tidak mengenal dana hangus, karena nilai tunai telah diberlakukan sejak awal peserta masuk asuransi. Bagi peserta yang baru masuk karena satu dan lain hal mengundurkan diri maka dana/premi yang sebelumnya dimasukkan dapat diambil kembali kecuali sebagian kecil dana yang dniatkan sebagai dana tabarru (dana kebajikan). Hal yang sama berlaku pula pada asuransi kerugian. Jika selama dan selesai masa kontrak tidak terjadi klaim, maka asuransi syariah akan membagikan sebagian dana/premi tersebut dengan pola bagi hasil 60:40 atau 70:30 sesuai kesepakatan si awal perjanjian (akad). Jadi premi yang dibayarkan pada awal tahun masih dapat dikembalikan sebagian ke peserta (tidak hangus). Jumlahnya sangat tergantung dari hasil investasinya.
Dewan Pengawas Syariah Pada asuransi syariah seluruh aktivitas kegiatannya diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) yang merupakan bagian dari Dewan Syariah Nasional (DSN), baik dari segi operational perusahaan, investasi maupun SDM. Kedudukan DPS dalam Struktur oraganisasi perusahaan setara dengan dewan komisaris. Itulah beberapa hal yang membedakan asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Apabila dilihat dari sisi perbedaannya, baik dari sisi ekonomi, kemanuasiaan atau syariahnya, maka sistem asuransi syariah adalah yang terbaik dari seluruh sistem asuransi yang ada.
Kondisi Asuransi Syariah di Indonesia Data Departemen Keuangan menunjukkan market share asuransi syariah pada tahun 2001 baru mencapai 0.3% dari total premi asuransi nasional. Dibidang aturan hukum saat ini sedang digodog aturan khusus mengenai asuransi syariah yang diharapkan dapat memberi dampak yang signifikan sebagaimana dampak dari UU Perbankan tahun 1998. Hambatan Pengembangan Asuransi Syariah • Instrumen tidak dikenal masyarakat luas • Anggapan masyarakat Indonesia pengurusn klaim asuransi menyulitkan • Instrumen Asuransi kalah bersaing dengan isntrumen investasi seperti surat berharga • Asuransi syariah belum tersosialisasikanluas seperti perbankan syariah Peluang pengembangan Asuransi Syariah • Alternatif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang sesuai dengan hukum Islam • Perkembangan Perbankan Islam menuntut peranan asuransi syariah untuk pengamanan aset dan transaksi perbankan Peluang pengembangan Asuransi Syariah. Beberapa kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan Asuransi Syariah adalah ditetapkannnya kewajiban agar asuransi haji dikelola oleh perusahaan asuransi syariah.
TERIMAKASIH ATAS PERHATIANNYA